Lihat ke Halaman Asli

Amin Tajudin

Mahluk Kasat Mata Dalam Pengabdian Bayangan

Pandemi Ini Membangunkan Kesadaran Kolektif Kemanusiaan

Diperbarui: 13 Juli 2021   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Awal bulan Juli tahun 2021, diselimuti  awan gelap kecemasan dan ketakutan. Bunyi sirne mobil ambulance pembawa jenazah tiap hari dan malam berlalu lalang di jalanan. Bendera kuning menghiasi jalanan gang sudah maklum terlihat. Petugas kesehatan kewalahan dengan membludaknya pasien Covid-19 di setiap Rumah Sakit Daerah maupun Puskesmas wilayah. Dan PPKM darurat diberlakukan, aparat TNI/POLRI berjibaku dengan ruas jalanan dan kerumunan. Mobilitas manusia di batasi dari dan ke suatu tempat. Pilihan Stay At Home tak bisa dihindari. Situasi dan kondisi seperti buah simalakama, di makan salah tidak makan mati. Selimut kecemasan menghinggapi semua orang, takut, was was dan khawatir virus ini ada dalam dirinya.

Riuh riuh di darat ternyata berbanding lurus dengan riuh di udara. Kabar duka selalu disampaikan setiap saat dari berbagai media. Telivisi, internet, media sosial ataupun broadcast dari group group di aplikasi percakapan. Berita seputar orang yang meninggal karena covid-19 terus di putar diberbagai media telivisi, menyedihkan dan mengerikan sekali mendengarnya dan melihatnya. 

Analisa selalu terdengar terucap lantang dari para ahli, melakukan hipotesis penanganan penyebaran wabah ini. Belum lagi tebaran ancaman kaum oposan untuk mengingatkan pemerintah kalau dia bisa di makjulkan gara gara pandemi ini. Semua itu berbaur bersatu dalam cerita peduli terhadap masyarakat. Entah masyarakat yang mana yang di bicarakan dan di analisa.

Pagi menjelang siang, waktu "carangcang tiang" saatnya berjemur menikmati mentari yang datang tak terhalang mendung kecemasan manusia. Berkeliling komplek melihat suasana lingkungan di tengah rasa kecemasan yang ada. Terlihat semua berjalan normal, pasar pasar dadakan masih ramai pengujung, manusia masih hilir mudik berlalu lalang dan geliat ekonomi pinggiran masih ramai pengunjung, walaupun tak seramai kondisi normal.

"Pak Amin, istri gimana sudah sehat" tanya seorang tetangga ku, mengagetkan lamunanku.

"Oh, alhamdulilah pak sudah agak baikkan, indra perasa sudah mulai normal" jawabku dengan penuh senang. Memang sudah hampir seminggu ini aku menemani istri untuk isolasi mandiri. Satu rumah beda ruang dan tempat. Terasa sempit rumah yang ku tinggali karena harus jaga jarak dan mengatur dimana dia berada dan aku berada pada saat yang bersamaan.

"Pak...istri gimana kabarnya ?" ujar seorang ibu berjilbab rapih bertanya

"Alhamdulilah, sehat bu" sahutku.

"Pak Amin, gimana istri sehat" tanya seorang bapak paruh baya menyela obrolanku.

"Alhamdulilah baik, Pak RT" jawabku langsung. Pak RT lah yang selama ini menjadi komandan gugus tugas penanganan orang sakit di lingkungan ku. Selalu rajin menyampaikan berita berita yang terkait covid-19 baik dari group aplikasi percakapan maupun secara langsung.

Informasi dari Pak RT dan kondisi yang aku alami telah menyadarkan kami semua untuk bekerja sama dan saling menolong. Tugas para ibu ibu akan bertambah banyak karena harus menyiapkan dapur umum guna mensuplai kebutuhan makan yang sedang isoman. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline