Lihat ke Halaman Asli

Alvin Pratama

Mahasiswa

Pertanian Berbasis "OFLAFIT", Mendukung Produksi Pangan Ramah Lingkungan

Diperbarui: 29 Januari 2023   00:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pertanian (Pexels.com/Pixabay)

Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas sehingga dikenal sebagai salah satu negara agraris dengan hasil produksi pangan melimpah. 

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, luas lahan pertanian Indonesia sebesar 10.411.801,22 ha atau setara 18% dari luas daratan secara keseluruhan per 2021. 

Kondisi alam juga mendukung produksi pertanian Indonesia yang merupakan mata pencaharian utama kebanyakan masyarakat. Tak heran, sektor pertanian memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian bangsa Indonesia. 

Profesi petani mendominasi dan tersebar merata, sejalan dengan luasnya lahan pertanian yang ada. Per tahun 2020, ada 100 juta lebih penduduk Indonesia yang bekerja sebagai petani, menurut laporan Badan Pusat Statistik. 

Hanya saja, pertanian yang mendominasi di Indonesia pada umumnya masih bersifat tradisional alias belum terlalu berkolaborasi dengan teknologi. Sektor ini tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah, meski menampung banyak tenaga kerja. 

Kekayaan SDA di Indonesia seharusnya menjadi kans untuk mengembangkan sektor pertanian. Namun, kenyataannya justru berbeda dengan sektor pertanian di Indonesia yang masih kurang berkembang. 

Padahal, sektor pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, seperti meningkatkan devisa negara, pembukaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri, serta optimalisasi pengelolaan SDA secara berkelanjutan.

Permasalahan Ladang Berpindah 

Ladang berpindah merupakan sistem pertanian tradisional yang sudah diterapkan secara turun-temurun. Teknik ladang berpindah dilakukan dengan pembukaan lahan dalam luas tertentu serta penggundulan hutan. 

Lalu lahan yang sudah tersedia ditanami dengan berbagai komoditas, seperti padi, jagung, ataupun singkong. Teknik ini sangat bergantung pada iklim lantaran sangat mempengaruhi waktu bakar dan tanam ladang (Rifki, 2017). 

Meski sudah berlangsung sejak lama, sistem pertanian ladang berpindah memiliki sejumlah efek negatif. 

Realitas menunjukkan bahwa sistem pertanian ini memiliki korelasi yang kuat dengan kerusakan ekosistem hutan, seperti memicu terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline