Lihat ke Halaman Asli

Orang Cerdas Itu Tidak Panikan

Diperbarui: 30 Juni 2020   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kontan.com

Kita tidak tahu, bagaimana sedihnya perasaan jenazah yang tak mampu lagi membela diri ketika ditolak oleh warga saat hendak dikebumikan di tempat asalnya. Sebagai seorang yang beragama, kita meyakini bahwa jenazah masih bisa merasakan dan menyaksikan peristiwa sekitar sebelum dikebumikan.

Barangkali, jenazah almarhum seorang perawat RSUP dr Kariadi itu akan menggugat warga yang menolaknya, Mengapa ia harus ditolak sedangkan ia telah mengorbankan diri dan berjuang untuk menolong pasien Covid-19? Sungguh ironis.

Ia tidak disambut sebagai pahlawan yang gugur, namun justru malah ditolak. Kejadian penolakan jenazah tersebut terjadi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sewakul RT 06, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang (kompas.com : Senin, 13 April 2020).

youtube/kompastv

Peristiwa diatas adalah salah satu dari banyaknya kejadian penolakan jenazah pasien Covid-19 di berbagai daerah. Sikap penolakan warga itu muncul dari rasa kekhawatiran berlebihan dan informasi salah yang menyebut bahwa jenazah pasien terinveksi virus corona bisa menulari warga sekitar. Padahal, Kementrian Kesehatan sudah menerapkan prosedur pengurusan jenazah yang dipastikan aman dari penyebaran virus corona.

Pemerintah tidak tinggal diam melihat kejadian ini. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, merasa prihatin dan mengajak masyarakat agar berpikir jernih serta menggunakan rasa kemanusiaannya. Ganjar memberikan statemen yang memukul nurani kita dengan berkata bahwa para tenaga medis tidak pernah menolak pasien yang terinveksi virus corona, namun mengapa kita justru tega menolak jenazah mereka?

Di Banyumas, kejadian penolakan jenazah membuat geram bupati Banyumas, Ir. H. Achmad Husein. Pasien positif corona yang meninggal di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto pada Selasa (31 April 2020) itu ditolak oleh warga empat kecamatan sekaligus. Bupati Banyumas merespon hal ini dengan turun tangan langsung memimpin pembongkaran makam di lahan milik Pemkab di Desa Tumiyang, Kecamatan Pakuncen, Kabupaten Banyumas.

Aksi berani tersebut dilakukan oleh Bupati Banyumas untuk menunjukan bahwa jenazah pasien corona tidak berbahaya dan tidak menularkan virus corona.

kompas.com

Medsos, Hoaks dan Kepanikan

Sejak kemunculnya, bahasa tak lepas dari petaka. Saya teringat pada pidato kebudayaan  sastrawan Seno Gumira Aji dalam acara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2019. Ia menyebut kisah asal usul aksara Jawa Ha Na Cha Ra Ka dan legenda Aji Saka menjelang akhir pidatonya.

Aksara Jawa itu mengisahkan dua murid Aji Saka, yakni Dora dan Sembada, yang sama kuatnya namun akhirnya tewas setelah saling bertarung. Mereka berdua berselisih atas pesan gurunya yang saling bertentangan mengenai pusaka Aji Saka. Aji Saka yang bersedih mengabadikan peristiwa tragis itu dalam aksara Jawa.

Ha Na Cha Ra Ka menjadi pengingat bahwa bahasa seringkali memicu perselisihan dari cecok rumah tangga hingga panggung politik negeri. Kini, perselisihan itu kembali muncul berupa hoaks seputar Covid-19. Fenomena penolakan jenazah korban terpapar virus corona adalah salah satu contohnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline