Lihat ke Halaman Asli

Sary Hadimuda

Hanya seorang hamba Allah yang sedang memantaskan diri menjadi pendidik

Ku Sobek Gaun Pengantin di Malam Pertama

Diperbarui: 4 April 2017   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

135706253352254576

[caption id="attachment_225283" align="aligncenter" width="300" caption="gambar : puskafi.wordpress.com"][/caption]

“Selamat ya Vi, semoga jadi keluarga yang sakinah.” kata Unni saat mencium pipi kananku memberi selamat.

“Makasih ya” Balasku

Kulihat Unni melangkah meninggkalkan pelaminan. Tiba-tiba ia berbalik, membuatku mengerutkan kening.

“Vi, tar jangan lupa ya certain malam pertama kamu kaya gimana…” Bisiknya. Ia pun berlalu dengan senyum penuh kemenangan menggodaku.

Ah, untung saja make-up tebal menutup wajahku yang merah merona. Kalau tidak, entah bagaimana rupaku yang sesungguhnya. Aku melirik Adnan, pria yang telah kini menjadi suamiku. Anganku pun menerawang apa yang akan terjadi malam ini. Bibirku pun tersenyum malu.

Pukul 11.20, Honda jazz penuh pita meluncur meninggalkan hotel Mamberamo yang diikuti oleh mobil kerabat. Adnan menggenggam tanganku. Kulihat lampu kelap-kelip sepanjang jalan. Empat hari lagi natal, tentu gubuk-gubuk kecil penuh lampu berwarna-warni sepanjang jalan kota Sorong tidak asing dilihat. Kurasakan mobil belok kiri menaiki jalan puncak arfak yang akan tembus di jalan Ahmad Yani. Mobil terus meluncur.

“Pesta kembang api?, udah selesai belum ya?” Tanya Adnan ketika kami melewati Mal Ramayana yang baru saja dibuka tanggal 19 Desember. Ternyata Adnan membaca spanduk yang ada di depan mal Ramayana, malam ini akan diadakan pesta kembang api.

“Katanya besok ada performancenya Chun Funky Papua.” Jawabku asal.

Suasana kembali hening. Pikiranku kembali memutar memori. Hari ini tanggal 21 Desember 2012. Hari yang sangat bahagia dan sakral bagiku, yaitu pernikahanku di tanggal cantik 21-12-12. Adnan menarik tanganku, dikecupnya punggung tangan kiriku. Ia tersenyum, aku pun tersenyum manja.

Mobil melewati jembatan kali remu yang panjangnya sekitar 10 m. Sebentar lagi lampu merah depan kantor Polres kota Sorong. Hanya lampu kuning yang berfungsi karena telah lewat jam 9 malam. Artinya pengendara bebas melaju, yang penting hati-hati.

Klakson dan rem mendadak membuatku kaget. Spontan Adnan melirik keluar lewat kaca mobil. Tiba-tiba dari arah jalan Pramuka sebuah mobil Estrada menghantam mobil kami. Aku menjerit histeris. Estrada itu menghantam tepat di sisi kanan belakang mobil. Adnan yang memang duduk disebelah kanan dan sementara mengintip terluka parah. Kulihat darah segar mengucur dari kepala dan hidungnya. Sementara aku merasakan seperti tulang punggungku patah karena membentur sisi kiri mobil.

Adnan pingsan. Samar-samar aku melihat banyak orang yang mengelilingi mobil kami. Samar-samar pula aku mendengar sang sopir ugal-ugalan ternyata dalam keadaan mabuk. Aku merasakan aku dibopong keluar oleh Fadhil kakakku dan dinaikkan di mobil belakang. Aku masih bisa duduk. Tidak lama kembali Adnan dibawa masuk kedalam mobil. Aku meminta agar kepalanya diletakkan di pahaku.

Tangisku pecah. Kubuang jauh-jauh pikiran Adnan akan mengalami hal yang sama dengan almarhumah istri penyanyi dangdut kang Saiful. Mobil melaju menuju RS. Mutiara. Rumah sakit yang paling dekat dengan posisi kami saat ini. Aku kebingungan dalam tangisku. Dengan cepat aku merobek ujung gaun pengantinku. Kuusap darah segar yang masih keluar dari kepala Adnan. Berkali-kali ku cium dahi Adnan, turun ke matanya, dan berakhir di bibirnya.

“Adnan…. Bangun….. Kumohonnn…..”

“Ya Allah, selamatkanlah suamiku……”

“Ya Allah aku tak ingin menjadi janda …”

”Adnan… Bangun….Adnan….”

Ucapku berulang-ulang dengan lelehan air mata yang tak dapat ku bendung.

Seluruh pegawai rumah sakit kaget  melihat keadaan kami.  Kerabat yang ikut ke rumah sakit pun kaaget dan sedih. Kini pertolongan kepada Adnan telah dilakukan. Kami masih di Ruangan Instalasi Darurat. Aku masih duduk terkulai lemas disamping Adnan.

Kurasakan Tangan Adnan bergetar. Kedua tanganku mengamit tangannya kuat. Perlahan ia membuka mata. Ia menatapku. Setetes air bening mengalir dari ujung matanya. Ia tersenyum. Aku pun tersenyum dalam tangis.

Kulihat bibirnya bergerak-gerak. Aku penasaran. Ku dekatkan gendang telingaku ke bibirnya.

“Love you until I die….” Bisiknya perlahan. Aku menganggukkkan kepala sambil menutup mulutku. Aku tak bisa menahan tangis. Aku kembali mendengar bisikannya. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat.

Aku kaget bukan main. Aku melihat tubuhnya. Mata dan bibirnya telah tertutup rapat. Tangis keluarga pun pecah. Aku merasa dunia ini akan kiamat, dunia ini akan runtuh. Aku seperti tersambar petir. Aku merasa dunia ini semakin lama semakin gelap. Akupun tak tau apa yang terjadi selanjutnya.

Ya Tuhan, apa salahku hingga Engkau mengambil kekasihku?

Garis tangan macam apa ini?

Garis tangan yang berujung aku menjadi janda kembangkah Takdir dari-Mu?

Ya Tuhan, disaat aku ingin merasakan kenikmatan yang Engkau janjikan,

petir cobaan-Mu malah menusuk ubun-ubunku.

Ya Tuhan, jika Engkau mengijinkan diriku menemaninya di makan belatung,

Maka aku akan rela, jika nafas ini Engkau renggut dari hidupku.

………………………………………..

Kota Sorong, 02 Januari 2013

(03.02am WIT)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline