Lihat ke Halaman Asli

Kehendak Seksual Lewati Batasan Moral

Diperbarui: 7 Desember 2022   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Sedangkan kehendak menurut Schopenhauer merupakan dorongan, insting, kepentingan, hasrat, dan emosi. 

Dalam diri manusia pikiran-pikiran (rasio) hanya merupakan lapisan atas dari hakikat manusia. Watak manusia itu ditentukan oleh kehendaknya. Penulis selanjutnya akan membahas mengenai salah kasus pemerkosaan, hal yang didasari kehendak dan hasrat yang tidak mempedulikan moral dalam kehidupan.

Berikut salah satu contoh kasus pemerkosaan. Seorang kepala dusun dengan usia 34 tahun di Desa Oemolo, Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dilaporkan telah mencabuli seorang pelajar SMA berusia 16 tahun di Kecamatan Amabi Oefeto Timur. 

Kasus persetubuhan anak di bawah umur yang terjadi pada Rabu (29/1) lalu ini baru dilaporkan ke Polres Kupang pada Kamis (6/1) pagi sekitar pukul 05.30 wita. Apa yang oknum tersebut lakukan berdasar pada keinginan akan pemenuhan hasrat seksual. 

Sang pelaku mengikuti kehendaknya untuk memperkosa pelajar SMA tersebut. Kasus pemerkosaan adalah hal yang tidak bisa dibiarkan. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dalam ranah personal yang tercatat di lembaga layanan mencapai 2.363 kasus pada 2021.

Menurut pandangan penulis kasus pemerkosaan bukanlah hal yang tepat untuk menuruti kepuasan seksual dengan moral dan hati nurani yang benar tidak akan terjadi. Namun kehendak dalam diri manusia akan menginginkan hasrat tertentu yang seharusnya ditahan dalam kehidupan bermasyarakat ini. Pada kasus pemerkosaan keinginan akan kepuasan seksual ingin segera terpenuhi. 

Kehendak dalam diri manusia akan mendorong untuk melakukan perbuatan apapun demi terpenuhinya keinginan. Kehendak buta tidak memandang apa yang baik atau salah hanya sebuah dorongan akan suatu hal.

Menurut teori eksistensi manusia yang dikemukakan oleh Soren Aabye Kierkegaard, pelaku tersebut masih berada pada tahap estetik dimana ia hanya mempedulikan hal duniawi tanpa mempertimbangkan nilai dan kebajikan moral. 

Manusia estetis tidak memiliki pedoman hidup yang benar, semua hal hanya berdasar kepuasan dan kesenangan. Pelaku bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi setelah perbuatan tersebut dilakukan. Pelaku tidak memperhitungkan konsekuensi hukum, tanggapan masyarakat dan pandangan masyarakat bila seorang pemimpin melanggar hukum dan hak asasi manusia warga dusunnya sendiri, perasaan dari keluarga korban serta korban pelecehan itu sendiri, norma agama yang diyakininya.

Semua hal tersebut diabaikan begitu saja hanya untuk kepuasan pelaku. Namun tahap estetis suatu saat akan berhenti, dimana manusia akan berhenti hidup untuk mengejar kepuasan dan kesenangan. Karena ketika keinginan manusia terpenuhi akan timbul rasa kekosongan. Rasa kekosongan tersebut akan membuat manusia tersadar bahwa kepuasan dan kesenangan akan berakhir begitu saja. 

Ketika hal itu terjadi, manusia akan menyadari penderitaan hidup dari kekosongan dan mencoba mengakhiri penderitaan tersebut. Cara untuk mengakhirinya adalah dengan kematian atau bunuh diri dan peralihan ke hidup yang lebih bermakna yaitu tahap etis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline