Lihat ke Halaman Asli

Albi Abdullah

Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Refleksi Pandemi: Tentang Paradoks Rasionalitas Teknologi dan Penghadiran Nilai

Diperbarui: 30 September 2020   07:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dunia diguncang oleh makhluk mikroskopis berukuran diameter 400-500 mikrometer yang dampaknya menyentuh berbagai sektor kehidupan manusia. Dimulai dengan kebiasaan menggunakan masker, dituntut untuk rajin mencuci tangan, mengurangi tingkat interaksi, menjaga jarak antar individu dan hal lainnya. Berbagai sektor ekonomi terpaksa menghentikan aktivitasnya, tak sedikit pula yang merumahkan pegawainya. 

Ritual keagamaan bahkan tidak bisa leluasa melaksanakan ritualnya karena larangan untuk berkerumun. Sektor pendidikan dengan terpaksa mengubah metode pembelajarannya dari yang biasa tatap muka, kini harus dilakukan via daring dalam ruang-ruang virtual. Tentu itu hanya sebagian kecil fakta yang diungkapkan terkait dampak dari virus Covid-19. 

Melihat fakta bahwa sebagian besar aspek kehidupan mengalami perubahan akibat dari pandemi ini, menurut saya ada pemaknaan-pemaknaan baru yang menarik untuk diangkat dan didiskusikan. 

Pemaknaan ini meskipun berkecenderungan subjektif, namun bukan menjadi halangan untuk diutarakan, melainkan memberikan pandangan yang mendalam terkait fenomena ini.

 Pandangan yang mungkin bisa menjadi kritik tersendiri bagi kita pribadi, pandangan yang menjelaskan tantangan ke depan atau pun sebuah argumen penuh harapan. 

Dalam pandangan seorang filsuf bernama Herbert Marcuse modernitas telah membawa masalah dengan rasionalitasnya. Rasio yang semula bertujuan menjadikan manusia berani berpikir otonom, melayani manusia dan menghasilkan berbagai kemanfaatan, justru kini malah menyerang balik manusia itu sendiri. 

Realitas masyarakat hari ini yang dalam istilah Marcuse bernama masyarakat teknologi memiliki kecenderungan dibuat butuh oleh sistem produksi yang menghasilkan kebahagiaan dan teknologi yang bergerak diluar kontrol manusia membuat manusia pengalami disparitas ekonomi yang tajam dan dampak yang paling mengkhawatirkan adalah manusia mengalami alienasi.

 Kerja yang awalnya bertujuan  untuk memenuhi kebutuhan atau aktualisasi diri, kini malah sebatas memenuhi hasrat konsumsi. Struktur manusia yang sejatinya memiliki aspek rohaniah kini mulai tergeser bahkan hilang karena manusia lebih mementingkan kebutuhan badaniahnya. 

Masyarakat teknologi bertumpu pada rasionalitas teknologi yang mengedepankan efisiensi, produktifitas, dan perhitungan untung rugi. Imperium citra dihasilkan demi memenuhi kebutuhan pasar akhirnya berimplikasi pada penurunan manusia yang sebatas makhluk yang intens mengonsumsi symbol. 

Paparan di atas telah menjelaskan disoerintasi rasionalitas yang dibawa abad pencerahan beserta dampak disorientasinya pada manusia. Namun jika menarik relevansinya dengan keadaan pandemi hari ini kita akan menemukan perspektif lain tentang rasionalitas teknologi, semacam sebuah paradox.

Sebagian besar manusia di era pandemi ini telah menyadari bahwasannya ia harus meminimalisir interaksi dan kerumunan, bahkan lebih baik jika mengisolasi diri. Salah satu upaya untuk memutus penyebaran virus ini adalah berdiam di rumah, namun bukan berarti diam tanpa melakukan apa-apa bukan? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline