Lihat ke Halaman Asli

Kompasiana Terapi Rendah Diri

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

koleksi pribadi

[caption id="" align="aligncenter" width="512" caption="koleksi pribadi"][/caption]

Mungkin tulisan kali ini hanya tentang curhatan pribadi, tapi semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Saya bergabung dengan Kompasiana sejak 2011, tapi baru menjadi kompasianer pada akhir tahun 2013. Banyak hal yang saya temukan di sini, tentang ragam tulisan dan pribadi penulis. Tentu sulit menemukan media sosial sekeren Kompasiana ini dimana beragam profesi bisa saling bercengkrama, kadang tertawa hahahihi tanpa melihat siapa lawan komentarnya. Tak melihat umur, profesi apalagi kekayaan. Mereka menulis dan berbagi dengan kerendahan hati, meski kadang juga terpancing untuk menyerang dan melawan.

Luar biasa, itu kesimpulan saya saat ini. Setelah beberapa bulan aktif menjadi kompasianer dengan membaca banyak tulisan dan ikut menulis, saya menjadi tambah takjub. Ada exportir, politisi, dokter spesialis, dosen, TNI, Intelijen, wartawan, birokrat dan banyak lagi profesi keren yang ga saya sebutkan di sini. Belum lagi Kompasianer luar negeri dengan segala ceritanya yang selalu menarik.

Meski begitu, terlepas dari apapun profesi mereka yang menurut saya wah ternyata mereka tetap kalem dan rendah hati. Tak pernah arogan dan sok tau menolak komentar yang tidak setuju dengan tulisanya. Entah apakah mereka juga hidup di media sosial semacam Facebook atau Twitter? Yang medannya lebih terbuka dan cepat untuk menyerang.

Itulah penghuni Kompasiana yang membuat saya ga pernah bosan menjadi salah satu warganya. Sifat kerendahan hati mereka semakin meyakinkan saya bahwa orang-orang hebat selalu lebih santun. Mungkin karena mereka benar-benar hebat, jadi sampai lupa untuk bersikap sok hebat dibanding yang lain.

Ini tentu berbeda dengan yang saya temui di Facebook yang rata-rata adalah teman di dunia nyata. Dibalik diamnya, mereka membicarakan kejelekan. Respon mereka juga kebanyakan acuh, karena mereka tau betul siapa saya sang pemilik tulisan. Hehe jadi teori undur ma qoola wala tandur man qoola (lihatlah apa yang diucapkan, jangan melihat siapa yang mengucapkan) tidak berlaku bagi mereka.

Saya yang sampai 2007 silam terlihat tak pernah bisa menuliskan artikel seolah tetap belum bisa menulis. Sehingga yang terjadi adalah saat saya menulis, dikira copy-paste, dikira tulisan orang dan ragam komentar negatif lainya. Ga semua sih, tapi ada banyak.

Pernah saya menulis prediksi dan straegi duel 2 tim sepak bola, mereka bertanya tau apa saya tentang bola? Ya dulu saya memang ga pernah mengikuti berita sepak bola dan ga punya tim favorit.

Pernah saya menulis opini tentang politik dalam negeri, mereka bilang saya terlalu subyektif. Sok tau dan sok jadi pengamat. Secara formal saya memang tidak belajar jurusan politik, tapi kalau baca koran dan nonton berita politik cukup sering. Jadi saya menuliskan pendapat pribadi yang sebenarnya akan mudah dibantah jika memang salah.

Pernah juga ada yang ngedumel kalo editan saya jelek dan orang itu mencemooh saya ke teman yang ternyata lebih pro ke saya. Haha jadilah teman saya itu hanya diam mendengarkan kemudian bercerita pada saya tentang ketidak sukaanya ke orang tersebut. Ya saya jawab saja kalau saya memang ga bisa ngedit, toh saya bukan jurusan design dan hanya belajar ototidak. Karya saya pun bisa dibilang abal-abal, saya sendiri sadar. Tapi kok ya merasa kenapa harus mencaci? Tunjukkan saja kalau memang punya karya lebih bagus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline