Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Ketidak harmonisan Orangtua terhadap Kesehatan Mental Anak

Diperbarui: 19 November 2022   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Alodokter

Dalam suatu atap yang diisi oleh dua kepala berbeda dengan pemikiran maupun sikap yang tentu berbeda pada setiap orang, sehingga membuat tantangan kepada pasangan untuk menemukan bagaimana cara menyatukan perbedaan tersebut menjadi suatu kecocokan yang menghasilkan keharmonisan di dalam rumah, serta menjadi panutan atau contoh kepada sang anak. 

Walaupun tak jarang terjadinya pertengkaran karena berbagai penyebab, inilah salah satu tantangan yang harus dihadapi, selain mempertahankan pasangan juga terdapat anak ditengah-tengah yang jika pasangan tersebut salah bertindak dampaknya kepada anak.

Sebagai orang tua sudah seharusnya saling menjaga sikap ketika didepan anak, baik sang anak sudah remaja maupun masih balita, banyaknya kesalahan yang terjadi para orang tua berbicara dengan nada lantang saling meneriaki satu sama lain tanpa memikirkan bagaimana anak ini jika mendengar keributan tersebut. 

Dan sering kali para orang tua membandingkan rasa lelahnya dengan sang anak, mereka tidak tau bahwasanya setiap orang memiliki takaran lelah, kemampuan dan masalah yang berbeda, orang dewasa dengan anak remaja tentu masalah dan tanggungannya lebih besar ketimbang anak remaja, namun bagaimana sang orang tua dapat memberi pemahaman yang baik agar sang anak bisa mengerti akan keadaan orang tuanya. Itulah penyebabnya kebanyakan anak lebih terbuka kepada teman sebayanya ketimbang kedua orang tuanya.

Orang tua tidak tau apa yang terjadi di sekolah, bagaimana pusingnya mempelajari banyak pengetahuan, belum lagi menumpuknya tugas dan lain sebagainya, ketika pulang kerumah dimana sang anak membayangkan ia bisa melepaskan seluruh penatnya dirumah, bertemu dengan orang tua, beristirahat, namun yang terjadi justru pertengkaran atau sikap dari sang orang tua yang saling kesal namun melampiaskannya kepada anak, dan terjadi berulang kali.

Bukankah letih tersebut akan bertambah? Bukankah terjadi penyesalan untuk pulang kerumah? Dan bukankah anak akan merasa pulang kerumah merupakan hal yang paling mengerikan sehingga membuatnya selalu ingin merasa diluar rumah. Sayangnya kebanyakan orang tua tak memikirkan hal tersebut.

Semakin lama keadaan tersebut berlangsung walaupun tidak dilakukan dengan runtut tapi pasti ada rasa lelah tersendiri, lelah mendengar keributan, dan rasa takut sehingga menimbulkan serangan panik kepada sang anak, belum lagi lelah harus terus menerus memakai topeng keceriaan diluar rumah hanya karna tak mampu bercerita hal tersebut atau karna menganggapnya sebagai masalah pribadi.

Semakin bertumpuk beban yang dirasakan namun tidak ada tempat untuk menyalurkannya. Tak sedikit anak melakukan self-injuring dimana sebenarnya ia hanya ingin melampiaskan amarahnya, amarah akan keadaan yang selalu membuatnya merasa takut, amarah akan keadaan yang lelah ia hadapi.

Batas mental seseorang berbeda-beda, ada yang memang mentalnya kuat dengan tidak menghiraukan ketidaknyamanan saat didalam rumah, ada yang mentalnya tidak sanggup untuk menghadapi keributan orang tuanya apalagi jika keributan tersebut sangat besar dimana tidak hanya suara teriakan melainkan suara benda benda terbanting.

Dimana situasi ini tampaknya lebih menyakitkan ketimbang harus menerima perpisahan kedua orang tua, umumnya anak brokenhome kekurangan kasih sayang, namun setidaknya mata dan telinganya cukup bersih dari hal-hal yang menyangkut pertengkaran, walaupun memang keduanya sama-sama masa kelam yang sejujurnya tidak diinginkan siapapun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline