Lihat ke Halaman Asli

Mencermati Jejak Spiritual dan Sosial di Balik Penantian Ikrar Suci

Diperbarui: 6 Mei 2024   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang ibu bercerita tentang kehidupan keluarganya yang selama ini tidak bahagia. Sudah 18 tahun mereka hidup serumah, mempunyai empat orang anak, namun belum mengurus perkawinan secara Katolik. Alasannya, belum menyelesaikan adat istiadat yang menjadi tuntutan keluarga, dan tidak punya biaya cukup untuk pesta pernikahan.

Cerita di atas merupakan salah satu fenomena yang tidak asing di kalangan masyarakat kita. Tentu, masih ada banyak peristiwa lain yang senada. Banyak pasangan "terpaksa" menunda upacara pernikahan, terutama karena tuntutan adat istiadat dan biaya pesta pernikahan. Salah satu pihak belum memenuhi pembayaran mahar atau belis. Selain itu, pasangan tidak mampu menyelenggarakan pesta pernikahan yang layak.

Di satu pihak, dua alasan yang menyebabkan penundaan upacara pernikahan dapat dipahami. Tetapi di lain pihak, penundaan itu membawa konsekuensi bagi pasangan sendiri serta anak-(anak) mereka, khususnya dampak dalam konteks keagamaan dan sosial. Artikel ini berusaha mendeskripsikan tuntutan adat istiadat, konsekuensi atau dampak penundaan upacara pernikahan, dan solusinya bagi pasangan yang akan mengurus perkawinannya.

Tuntutan Adat Istiadat 

Pada dasarnya adat istiadat perkawinan itu baik. Permasalahannya terletak pada pelaksanaannya. Misalnya, pembayaran belis sering menjadi halangan bagi pasangan yang hendak menikah secara agama. Praktik pembayaran belis sebagai persyaratan untuk pernikahan adalah bagian dari tradisi dan budaya di berbagai masyarakat. Bagi masyarakat patrilineal, belis merupakan suatu bentuk pembayaran atau kompensasi yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai bagian dari proses perkawinan.

 Praktik dan waktu pembayaran belis dapat bervariasi secara signifikan antara budaya dan komunitas. Dalam beberapa masyarakat, pembayaran belis dilakukan sebelum atau selama upacara pernikahan. Tetapi, pada masyarakat lain, terutama di beberapa bagian Asia dan Afrika, pembayaran belis dapat ditunda setelah upacara pernikahan atau bahkan bertahun-tahun sesudahnya.

Ada beberapa alasan mengapa pembayaran belis bisa ditunda, bahkan setelah upacara pernikahan.

Pertama, ada keluarga yang tidak mampu membayar belis secara langsung sebelum upacara pernikahan karena keterbatasan finansial. Jadi, pembayaran belis dapat ditunda sampai kemampuan finansial keluarga memungkinkan.

Kedua, dalam beberapa kasus, pembayaran belis menjadi bagian dari perjanjian antara keluarga calon pengantin. Tetapi, pembayarannya dapat ditunda setelah upacara pernikahan.

Ketiga, menunda pembayaran belis setelah upacara pernikahan dapat membantu memelihara stabilitas pernikahan. Pasangan lebih fokus membangun rumah tangga dan menyesuaikan diri dengan peran baru mereka sebelum menangani aspek keuangan. Selain itu, penundaan tersebut mempermudah administrasi dan logistik upacara pernikahan, terutama jika ada persyaratan hukum atau prosedur khusus yang harus diikuti.

Dampak Keagamaan dan Sosial

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline