Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Tamen

Sekolah bisa tamat, tapi belajar tak pernah tamat.

Pemetaan adalah Sebuah Perjalanan (Mapping is a Journey)

Diperbarui: 24 Agustus 2015   14:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman Pemetaan Partisipatif di Kalimantan Barat 

Kalimantan Barat dengan luas 146.807 Km2, atau atau 7,53% dari luas Indonesia, merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia selain Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Provinsi ini terdiri dari 12 wilayah kabupaten dan 2 kota, yakni Kab. Ketapang, Kab. Kapuas Hulu, Kab. Sintang, Kab. Melawi, Kab. Sanggau, Kab. Sekadau, Kab. Pontianak (sekarang diganti menjadi Kab. Mempawah), Kab. Kubu Raya, Kab. Landak, Kab. Sambas, Kab. Bengkayang, Kab. Kayong Utara, Kota Pontianak dan Kota Singkawang.

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang dilewati oleh garis Khatulistiwa atau garis Equator dengan tipe hutan hujan tropis, yang menyimpan keanekaragaram hayati terkaya di dunia. Hutannya menyimpan berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu, provinsi ini memiliki ribuan sungai dan danau yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat, baik sebagai sarana transportasi, sumber air minum utama, sumber irigasi pertanian dan penyedia berbagai protein makanan berupa berbagai jenis ikan. Sungai-sungai di Kalimantan Barat dikategorikan ke dalam 3 daerah aliran sungai atau DAS, yakni DAS Kapuas, DAS Sambas dan DAS Pawan.

Namun eksploitasi sumberdaya alam secara merusak (destruktif) di Kalimantan Barat yang sudah berlangsung sejak lama dan terus-menerus – berupa penebangan hutan untuk industri kayu, perkebunan monokultur, pertambangan dan proyek-proyek lainnya – telah mengakibatkan sumberdaya alam ini berada di ambang kepunahan. Kekeliruan kebijakan pemerintah dan kesalahan peta-peta yang ada telah menyebabkan timbulnya tumpang-tindih pengusahaan lahan.

Praktek seperti ini bukan hanya mengakibatkan masyarakat Kalimantan Barat – khususnya masyarakat adat Dayak – kehilangan mata pencaharian, melainkan juga berdampak pada rusaknya budaya, adat-istiadat dan jati diri mereka. Terjadilah krisis identitas dan moral, bersamaan dengan berkembangnya pola hidup konsumtif, hedonis dan individualis.

Berangkat dari keprihatinan atas terancamnya kelestarian lingkungan hidup sebagai “rumah bersama” dan sumber kehidupan masyarakat, terutama atas sumberdaya alam dan tata ruang tradisional, maka pada bulan Juli 1995, Pancur Kasih didukung oleh Institut Dayakalogi dan Lembaga Bela Banua Talino (LBBT) merintis kegiatan pemetaan partisipatif atau participatory mapping, atau sering juga disebut pemetaan tanah oleh komunitas atau community mapping.

Pancur Kasih adalah organisasi payung yang memfasilitasi berbagai kegiatan, antara lain pemberdayaan ekonomi kerakyatan seperti credit union atau CU, pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, pemberdayaan sistem hutan kerakyatan, pendidikan kritis, penguatan sosial, dukungan kultural, dan penguatan sumberdaya hukum masyarakat.

Kegiatan pemetaan tanah adat atau community mapping secara khusus dikelola oleh program Pemberdayaan Pengelolaaan Sumber Daya Alam Kerakyatan, atau yang biasa dikenal dengan PPSDAK. Pemetaan ini hanyalah pintu masuk bagi kegiatan lainnya, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan SDA berbasis masyarakat. Dalam pemetaan, model-model pengelolaan sumberdaya alam yang dikembangkan masyarakat diperjelas dengan mencatat batas-batas antar kampung atau antar wilayah tertentu, serta didukung dengan pendokumentasian cerita-cerita rakyat yang relevan.

Pemetaan partisipatif adalah metode pemetaan tanah yang menempatkan warga masyarakat sebagai pelaku utama dalam proses pelaksanaan dan kebijakan yang diambil. Pemetaan partisipatif dilaksanakan dengan menggabungkan teknologi pemetaan modern berupa peta topografi, peta udara dan peta satelit dengan peta-peta mental tata ruang masyarakat.

Program Pemetaan partisipatif di Pancur Kasih ini telah mendapat dukungan dana dari The Ford Foundation sejak tahun 1995. Dukungan untuk Pancur Kasih juga datang dari: (1) USAID melalui Biodiversity Support Program (BSP) – Yayasan Kemala untuk program advokasi tata ruang masyarakat adat di Kabupaten Sanggau; dan (2) Program People Forest and Reef.

Program Dukungan The Ford Foundation (2007-2010)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline