Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Menciptakan Momen Mengesankan antara Anak dengan Orangtua

Diperbarui: 1 Agustus 2019   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

iluustrasi-dokpri

Semasa masih kanak-kanak, (bagi saya) ayah adalah sosok yang susah dijangkau. Beliau cenderung irit bicara, apalagi bercanda dengan anak-anaknya. Sedikit intonasi meninggi berarti malapetaka, untungnya pembawaan ayah kalem, sehingga sangat jarang marah.

Beda masa beda budaya, sekarang saya kerap mendapati hubungan ayah dan anak masa kini, sangat kontras dibanding masa lalu. Ayah dan anak seperti partner, ngobrol tanpa jarak tak segan meluangkan waktu khusus berdua. 

Saya termasuk ayah, yang tidak menjaga jarak dengan anak, mereka saya bebaskan bercerita apa saja dan kapan saja. Anak yang besar (kelas dua SMP), tak segan curhat dengan apa yang dialami (saya yakin ayah lain melakukan hal serupa). Saya tidak mau ketinggalan moment, menyimak dan menanggapi dengan sungguh, ketika anak berbicara agar dia nyaman dan tidak diabaikan keberadaannya.

Membangun kedekatan dengan anak, bisa kapan saja dilakukan, namun ada juga pada saat saat khusus yang kelak akan tersimpan di benak anak-anak. Kapan saja, waktu baik itu ?

Bangun Tidur, Bagi Kompasianer yang muslim, terbiasa bangun pagi langsung mengerjakan sholat subuh dua rekaat. Tapi jangan lupa, ajak serta anak ikut beribadah dan berdoa. Bayangkan, indahnya mengawali hari dengan ajakan sholat subuh, bisa menjadi moment yang subur untuk menanamkan kedekatan anak dengan ayah.

Ketika anak-anak belum bertemu dan berinteraksi dengan siapa-siapa, si ayah yang menyapa dan menyambut dengan ajakan beribadah---romantis banget kan.

Siapa sangsikan, bahwa di benak anak-anak akan tertanam mindset, betapa utama menegakkan sholat lima waktu, dan otomatis ayah dan atau ibu yang diingat, karena keduanya yang saban hari mengajak.

Moment subuh yang membekas, kelak (Insyaallah) akan menjadi kebiasaan setelah mereka dewasa dan berumah tangga. Bukan tidak mungkin, kebiasaan baik yang bisa diwariskan.

illustrasi-dokpri

Mengantar Anak Sekolah, Sepuluh tahunan, saya sangat menikmati kegiatan mengantar anak berangkat sekolah.  Tangan tangan kecil itu, memeluk pinggang saya dari belakang, kemudian pipinya ditempel ke punggung.

Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, kami ngobrol dengan topik apa saja, mulai yang remeh temeh sampai masalah di sekolah (yang dianggap serius anak-anak)

Obrolan baru berhenti, setelah roda dua melambat, antre di dekat gerbang sekolah, setelah anak --anak turun, ujung hidung mungilnya mencium punggung tangan si ayah, "Belajar yang rajin ya nak" pesan saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline