Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Pekerjaan Vs Keluarga, Mana yang Seharusnya Lebih Diprioritaskan?

Diperbarui: 7 Juni 2021   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bekerja di rumah (Sumber: omgimages via lifestyle.kompas.com)

Sepintas, pertanyaan tentang manakah yang seharusnya lebih diprioritaskan antara pekerjaan dengan keluarga merupakan sebuah pertanyaan konyol. Karena normalnya memang keluarga semestinya menjadi pilihan yang lebih didahulukan ketimbang urusan pekerjaan atau karier. 

Mengingat bagaimana pun juga aktivitas seseorang untuk bekerja biasanya didasarkan pada keinginan untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga. Sehingga bisa dikatakan bahwa keluarga adalah sebab atau alasan yang melahirkan akibat seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan.

Dengan demikian menjadi terasa aneh apabila sebab justru "dikalahkan" oleh akibat yang ditimbulkannya. Kita rela bekerja keras memeras keringat itu karena ingin memberikan yang terbaik bagi keluarga. 

Keluarga adalah alasan utama mengapa kita bersedia mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk bekerja. Sebab selalu mendahului akibat, bukan akibat mendahului sebab.

Lantas ketika ada di antara kita yang memiliki anggapan bahwa urusan pekerjaan lebih utama ketimbang keluarga maka itu artinya apa? 

Bisa jadi hal itu disebabkan oleh ketidakpahaman atau kurangnya apresiasi akan arti penting keluarga dalam hidup setiap orang. Atau jikalau pandangan semacam ini dipaksakan agar diikuti oleh orang lain, maka hal itu merupakan bentuk keegoisan yang mengabaikan hak orang lain.

Tapi mungkinkah pemahaman bahwa pekerjaan lebih utama dibanding keluarga itu benar-benar terjadi di dunia nyata? Jawabannya adalah ada. Dan hal ini pun dirasakan langsung oleh salah seorang rekan di tempat kerjanya. Kebetulan rekan tersebut dulunya sempat menjadi partner kerja saya sebelum akhirnya memutuskan resign dan pindah kerja ke tempat baru.

Di dalam karier barunya yang dipenuhi dengan ekspektasi tinggi itu ternyata memiliki tekanan kerja yang cukup luar biasa. Bekerja melewati batas jam kerja sudah lumrah terjadi. Meski mungkin besaran gaji yang diterima memang lebih besar daripada yang ia terima di tempat kerja sebelumnya. Hanya saja hal itu sepertinya membuatnya tertekan hingga mengalami kelelahan fisik yang luar biasa. Berat badannya turun drastis sampai akhirnya ia pun memutuskan berhenti dari tempat kerjanya itu.

Pada kesempatan yang lain, rekan saya lainnya mencoba untuk masuk ke tempat kerja tersebut. Mengirimkan lamaran pekerjaan dengan harapan memperoleh prospek karier yang lebih baik. Tapi saat prosesi interview berlangsung, ada satu pernyataan dari pewawancara yang membuatnya keder dan berfikir ulang terhadap pilihannya. Ia dilempar pernyataan bahwa "calon" tempat kerja barunya itu lebih mengutamakan pekerjaan ketimbang apapun. Pekerjaan nomor satu, keluarga nomor dua.

Seketika minatnya pun sirna, keinginan untuk menjalani karier di tempat baru itupun lantas dikandaskannya. Ia mundur teratur demi sebuah keyakinan bahwa keluarganya adalah melebihi segalanya apalagi sebatas urusan pekerjaan.

Nilai Lebih Pekerjaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline