Lihat ke Halaman Asli

Ainul Firdatun

Asisten Peniliti untuk SDG6 dan SDG14

Pentingnya Memahami dari Mana dan ke Mana Sampah Plastik yang Kita Hasilkan

Diperbarui: 14 Juni 2020   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi laut Indonesia. Lokasi: Labuan Bajo, Flores (dok. pribadi)

Pada awal bulan Juni, tepatnya tanggal 8 Juni setiap tahunnya, kita merayakan hari kelautan sedunia. Perayaan hari kelautan sedunia tahun ini bisa jadi momentum yang pas untuk merenungkan kondisi laut Indonesia yang selama beberapa tahun kebelakang menjadi sorotan akibat pencemaran oleh sampah plastik.

Saya koreksi, bukan hanya laut Indonesia, tapi laut kita semua. Lalu apa urgensinya merenungkan kondisi laut kita yang tercemar?

Kita coba melihat dengan sudut pandang yang lebih besar dahulu. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang juga memiliki luas laut yang cukup besar. 

Dengan jumlah garis pantai yang panjang, banyak warga Indonesia yang berkegiatan atau bermukim di daerah pesisir. Puing-puing sampah yang terlihat di pesisir pantai Pulau Jawa bisa jadi terbawa oleh air laut yang berasal dari pesisir pantai Zanzibar, Tanzania atau di belahan dunia lain. 

Warga pesisir lah yang pertama kali melihat ketika puing-puing sampah yang ada di pantai mereka semakin bertambah dan mencemari ekosistem laut --mengingat salah satu profesi umum bagi warga pesisir adalah sebagai nelayan. 

Tak hanya merusak pemandangan di daratan dan keindahan terumbu karang, sampah plastik dalam ukuran kecil, seperti mikroplastik, dapat termakan oleh ikan-ikan yang berada di laut. Malangnya, ikan-ikan yang sampai pada meja makan kita juga masih mengandung mikroplastik di dalamnya dan berpindah ke dalam tubuh kita saat kita santap.

Bagaimana sampah plastik yang kita gunakan bisa sampai ke lautan? Plastik memiliki beraneka macam bentuk dan bahan. Salah satu yang paling umum digunakan adalah plastik sekali pakai, yang bisa kita dapatkan dan gunakan untuk kantong belanja. Atau botol plastik dari air minum kemasan (PET). 

Untuk memproduksi satu botol plastik, diperlukan botol crude oil atau minyak mentah. Minyak mentah tersebut ditransformasi menjadi butir-butir (pelet-pelet) plastik, pelet PET. Pelet ini dipanaskan dan dibentuk menjadi botol. Fungsi panas ini penting untuk memudahkan proses pembentukan botol. Botol kemudian disterilisasi menggunakan air. 

Setiap botol memerlukan tiga botol air untuk proses sterilisasi. Botol kemudian diisi air minum dan melalu proses pengemasan. Air minum kemasan yang telah siap dibawa ke toko-toko untuk suplai menggunakan alat transportasi seperti truk. Dalam proses transportasi, truk juga melalui proses pengisian bahan bakar. Sebelumnya akhirnya air minum kemasan tiba di etalase toko untuk dijual.

Di Singapura, dilaporkan bahwa setiap orang menghasilkan 1-3 botol PET per minggunya. Dalam setahun, supermarket-supermarket di Singapura menghasilkan 820 juta kantong plastik sekali pakai. 

Hanya 6% dari sampah plastik dapat di daur ulang di Singapura. Sedangkan di Indonesia, sampah plastik berkontribusi sebesar 13.16% dari sampah rumah tanggga masyarakat Indonesia secara umum. Di daerah dengan pendaapatan dan pertumbuhan yang lebih rendah, komposisi sampah plastik bisa lebih rendah dan sampah organik lebih tinggi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline