Lihat ke Halaman Asli

Afin Yulia

Writer, blogger

Tiga Hari yang Bermakna Saat Jadi Relawan Inspirasi Sekolah Literasi

Diperbarui: 17 Desember 2017   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Relawan dan segenap murid SDN 6 Sarongan (sumber gambar : koleksi pribadi)

Tahun lalu selepas ikut Inspirasi Sekolah Literasi (ISL) batch 3, saya berjanji jika tahun depan ada lagi saya akan turut serta. Benar saja. Begitu membaca pengumuman pendaftaran Inspirasi Sekolah Literasi (ISL) Jilid 4 di SDN 6 Sarongan yang berlangsung dari tanggal 8-10 Desember, saya langsung mendaftar via WA.

Posisi yang saya lamar masih sama yaitu relawan inspirator. Saya tidak memilih posisi lainnya, semisal fasilitator, karena saya kurang pandai membawa suasana. Sementara posisi lainnya yakni videografer dan fotografer bukan keahlian saya. Jadi apalagi yang bisa dilakukan selain mengisi posisi relawan inspirator? Begitu pikir saya.

Mungkin terdengar sombong, mengingat karier kepenulisan saya belum sekaliber Afifah Afra atau malah Tere Liye. Tetapi, jika menunggu sebesar mereka butuh waktu yang lama. Jadi mengapa tidak sekarang? Siapa tahu kisah-kisah kecil saya bisa membuka memberikan wawasan akan pilihan profesi di masa depan. Sekaligus menginspirasi mereka untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya. Syukur-syukur bila bisa memotivasi mereka untuk terus melanjutkan pendidikan.

Persiapan Lebih dari Tahun Sebelumnya

Strategi pengajaran menggunakan gambar (sumber ganmbar : koleksi pribadi)

Setahun lalu saat jadi relawan inspirator di SD Tamansari 4, yang ada di di pikiran saya teramat sederhana. Saya datang, bercerita, dan selesai sudah.  Saya tidak berpikir akan terjadi kendala saat mengenalkan apa profesi saya di depan anak-anak nanti.

Namun begitu masuk kelas...  O-M-G! Yang terjadi justru diluar dugaan. Kata-kata yang tersusun di kepala berhamburan entah ke mana. Saya jadi lupa saya sudah ngomong apa. Satu jam berada di depan kelas yang lakukan adalah berdoa semoga jam cepat berlalu.

Sungguh! Saya benar-benar mati gaya  karena terserang sindrom "krik-krik momen" saat itu. Sindrom di mana kondisi blank melanda di tengah-tengah usaha menjelaskan seperti apa sejatinya profesi kita dan manfaatnya bagi masyarakat luas.

Berdasarkan pengalaman itu saya jadi tahu betapa tidak mudah memberi penjelasan pada anak-anak sembari menjaga mood mereka. Membuat mereka tetap fokus pada penjelasan kita tanpa kehilangan ketertarikannya itu bukan tugas yang mudah. Terlebih bagi kita yang tidak terbiasa menghadapi anak-anak. Seberapapun usaha untuk membuat suasana cair rasanya tidak maksimal.

Tidak ingin mengalami situasi seperti tahun lalu, tahun ini saya mempersiapkan diri. Saya sengaja browsing panduan inspirator dan panduan kelas inspirasi berikut video ice breaking untuk anak-anak, jauh-jauh hari sebelum panitia ISL memberi panduan TM-ISL (Technical Meeting ISL). Saya lakukan hal itu semata agar saya punya persiapan lebih di depan mereka nanti. Tidak hanya itu, tahun ini saya juga menyiapkan betul-betul materi yang hendak saya sampaikan. Termasuk strategi pengajaran menggunakan gambar. Kenapa harus pakai gambar, karena tool ini mempermudah pemahaman anak-anak usia 6-12 tahun.

Agak Panik Menjelang Hari H

Workshop menulis dipandu Mbak Nia (sumber gambar : koleksi pribadi)

Seharusnya saya menjadi relawan inspirator bersama tujuh orang lainnya. Tetapi, menjelang hari H rupanya beberapa orang mengundurkan diri. Tercatat ada tiga orang yang kemudian tidak bisa datang karena satu hal. Jadi tersisa lima orang yakni saya (penulis), Mas Faisal (sutradara), Ranzein (dokter), Anis (seniman batik), dan Mak Winda Kusuma (penyiar).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline