Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

Man City, Cukup "Fair" di Lapangan, tapi Tidak di Keuangan

Diperbarui: 21 Februari 2020   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manchester City (sumber: https://news.sky.com/)

"Bahkan jika mereka menghukum kami bermain di League Two, saya masih akan berada di sini," kata Pep Guardiola, pelatih Manchester City

Skandal Financial Fair Play yang membelit Manchester City membuahkan larangan bermain di kejuaraan Eropa selama dua musim. Biarpun larangan itu belum bersifat "final" karena City masih bisa mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga atas sanksi yang dijatuhkan UEFA tersebut, tetapi sejumlah staf dan pemain City terus "dihantui" rasa dilema atas nasib City selanjutnya.

Pasalnya, hal itu boleh jadi akan berdampak buruk pada pemasukan yang akan diterima City. Kalau sampai absen di kejuaraan Eropa, secara otomatis, pendapatan atas bonus, tiket, dan hak siar yang diterima City akan berkurang. Operasional City mungkin akan terganggu mengingat semua itu adalah arus kas yang menyumbang kontribusi yang besar bagi keuangan City.

Agar meredakan kekhawatiran para pemain, Pep Guardiola pun memberi penyataaan akan terus bertahan meskipun sanksi tersebut jadi dijatuhkan. Agaknya Pep bermaksud meyakinkan para pemainnya untuk tetap tenang dan fokus menjalani laga demi laga yang akan dimainkan oleh City.

Biarpun Pep telah menyatakan komitmennya, belum tentu hal itu akan menjamin para pemain akan tetap bertahan di City. Bisa saja, ada pemain yang minta dipinjamkan atau dijual ke klub lain agar punya kesempatan yang lebih besar untuk tampil di pentas kejuaraan Eropa.

Financial Fair Play

Kasus Financial Fair Play yang menjerat City sejatinya bermula pada tahun 2018. Pada waktu itu, majalah Der Spigel memuat berita bahwa City telah melanggar peraturan Financial Fair Play dengan melakukan kesepakatan sponsor dengan perusahaan-perusahaan Abu Dhabi, yang dimiliki Sheikh Mansour. Sheikh Mansour sendiri adalah pemilik Manchester City.

Sheiks Mansour, pemilik Manchester City (sumber: https://www.thenational.ae/)

Der Spiegel menuduh bahwa transaksi tersebut ialah "upaya terselubung" dari pemilik klub untuk menambah modal. Hal ini dilakukan karena UEFA membatasi jumlah modal yang bisa disetorkan pemilik klub.

Pembatasan itu diterapkan untuk menciptakan iklim kompetisi yang sehat. Dengan adanya pembatasan ini, klub-klub yang dimiliki orang kaya tidak bisa belanja pemain secara besar-besaran. Belanja pemain hanya boleh dilakukan sesuai dengan kondisi neraca klub.

Hal ini tentu menjadi "dilema" bagi klub yang punya ambisi besar, seperti City. Agar dapat mengungguli rival-rivalnya, klub mesti menyiapkan banyak "amunisi" berupa pemain yang berkualitas. Pemain tersebut jelas tidak murah harganya. Klub mesti menyediakan dana miliaran hingga triliunan rupiah untuk mendapat jasa pemain yang dibutuhkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline