Lihat ke Halaman Asli

Adica Wirawan

TERVERIFIKASI

"Sleeping Shareholder"

[Bulan Kemanusiaan RTC] Rumah untuk J (2)

Diperbarui: 27 Juli 2016   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://calligraphyalphabet.org/

[Cerita sebelumnyaRumah untuk J (1)]

Sebut saja aku J. Aku tinggal di blok C sel nomor 11. Di dalam sel tersebut aku tinggal bersama tiga orang. Mereka adalah B, K, dan P. Walaupun kami mempunyai latar kehidupan yang berbeda, kami mempunyai sebuah kesamaan; kami pernah menjadi kurir narkoba.

Kasus kami pun hampir serupa. B adalah seorang TKI di sebuah negeri yang sangat jauh. Ia bekerja di tempat tersebut selama hampir tiga tahun, tetapi pekerjaannya tidak memberi hasil yang memuaskan. Pada suatu hari, ia ditawari pekerjaan menjadi kurir, dan akan diupah besar kalau berhasil mengirim paket tersebut ke lokasi yang dituju.

Kasus B hampir sama sepertiku, hanya saja ia melakukan hal yang lebih nekad; ia menyembunyikan narkoba di dalam perutnya! Kau tentunya bisa membayangkan betapa sakitnya saat perutmu disayat oleh pisau bedah, lalu sebungkus kecil mariyuana disimpan di dalam perutmu, lalu perutmu kembali dijahit, dan itulah yang dialami oleh B.

Namun, tetap saja petugas berhasil mengetahui aksinya, meringkusnya, lalu mengintrogasinya. Akibat perbuatannya, B divonis 25 tahun penjara karena ia dikenakan pasal berlapis. Ia terlibat sindikat perdagangan narkoba internasioanal.

Sementara itu, K dan P sudah saling mengenal sebelumnya karena mereka bergabung dalam organisasi yang sama. Mereka adalah pengedar narkoba yang bertugas mendistribusikan narkoba di wilayah barat kota. Mereka menawari narkoba pada pasar tertentu: pelanggan diskotek, anak sekolah, dan birokrat.

Mereka berhasil ditangkap dalam sebuah operasi yang dilaksanakan polisi setempat. Polisi rupanya sudah menyelidiki jaringan mereka, lalu menggerebek markas mereka di sebuah gudang, dan menyita satu kilogram heroin, yang sudah siap diedarkan. Mereka kemudian disidang secara terpisah, tetapi mendapat vonis yang sama: 15 tahun penjara!

www.antaranews.com

Pada awalnya aku merasa risi berada satu sel bersama mereka. Betapa tidak! Dari tampang mereka saja, kita sudah bisa menilai siapa mereka sebenarnya. K dan P mempunyai tato pada tubuhnya, tetapi kini tato tersebut sudah pudar. Di telinga dan hidung mereka pun terdapat bekas tindikan. Kulit mereka gelap, gigi mereka runcing, dan tatapan mereka terlihat menyembunyikan kebuasan.

B terlihat lebih bersih, terlihat seperti orang baik-baik. Tidak ada tato pada tubuhnya. Namun, bibirnya tampak gelap. Sudah dapat ditebak kalau dia sudah menjadi pecandu rokok sekian tahun. Nikotin sudah menggelapkan kulit dan bibirnya.

Namun, setelah berbicara dengan mereka, aku jadi mulai akrab. Tampaknya keakraban tersebut terjalin karena kami mempunyai nasib yang hampir sama. Kami terjebak di tempat yang sama. Kami mempunyai kisah yang hampir sama. Kami pun harus menanggung penderitaan yang sama. Kesamaan itu menjadi sebuah benang merah yang menyatukan kami.

Pandanganku terhadap situasi lapas mulai berubah. Awalnya aku membayangkan betapa buruknya kondisi sel penjara: dingin, sepi, dan pengap. Namun, aku baru menyadari bahwa lapas lebih mirip seperti kos-kosan. Sel tempat kami berempat tinggal berukur 3x4 m, beranjang susun, dicat berwarna biru laut, tampak bersih walaupun toilet terletak di dalam sel masing-masing. Hanya saja, pintu sel bukan terbuat dari kayu, melainkan terbikin dari jeruji besi, sehingga siapapun bisa melongok apa yang sedang dikerjakan penghuninya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline