Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Zain

Mahasiswa Universitas Diponegoro

Segudang Inspirasi dari Film "The Pursuit of Happyness"

Diperbarui: 1 Maret 2021   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. prime video

Jika hidup anda terasa berat, banyak cobaan, rintangan, dan merasa tidak diuntungkan oleh keadaan sehingga membuat anda merasa putus asa dan ingin menyerah, The Pursuit Of Happyness adalah film yang sangat cocok buat anda tonton. Yap, karena film ini diangkat dari kisah nyata seorang berkebangsaan Amerika yang berjuang di awal tahun 1980an, jadi saya kira masih sezaman dengan kita.

Diceritakan sebuah keluarga kecil dengan sepasang suami istri bernama Chris Gardner dan Linda, dilengkapi seorang anak yang masih balita bernama Christopher. 

Awalnya keluarga kecil ini baik-baik saja, hingga kemunculan alat medis canggih yang dianggap sangat revolusioner saat itu, membuat Chris yang berlatar belakang seorang sales memutuskan untuk menjadi distributor alat medis itu. Chris bersama Linda menghabiskan semua tabungannya untuk membeli alat medis itu dengan jumlah yang banyak, dengan harapan ia jual kembali dan mendapat keuntungan yang besar.

Tapi sayang, ternyata alat tersebut belum terlalu dibutuhkan di dunia medis, ditambah harganya yang terlalu mahal. Namun dengan kegigihannya, Chris tetap menawarkan alat itu dari pintu ke pintu, dokter, klinik, rumah sakit, dan tempat-tempat pelayanan medis, walaupun hasilnya nihil.

Masalah pun muncul ketika alat tersebut masih belum laku, di antaranya mobil disita, tunggakan listrik dan sewa rumah, pajak, bahkan untuk makan saja susah.

Semangat baru muncul ketika ia bertemu dengan seseorang yang turun dari mobil mewah ferrary, Chris menghampirinya dan bertanya "Apa yang kau lakukan dan bagaimana kau melakukannya sehingga kau bisa kelihatan sukses?" ia menjawab "aku bekerja sebagai seorang piawang saham, kau harus pandai dalam bermain angka dan pandai dalam berinteraksi dengan orang lain" dari situ Chris mulai tertarik untuk menjadi seorang piawang saham.

Sesampainya dirumah ia bercerita kepada Linda namun malah mendapat hinaan, karena Linda sudah capek dengan mengambil 2 sift di pekerjaanya agar keluarganya tetap bisa makan dan tidak diusir dari kontrakan. 

Keesokan harinya Chris melihat ada lowongan magang untuk menjadi broker di perusahaan saham, Chris tertarik untuk mendaftarnya, namun karena tidak mungkin ia masuk ke perusahaan dengan membawa alat medis yang besar, ia menitipkan kepada pengamen untuk menjaganya sebentar, dan diberi imbalan 1 USD, celaka, setelah Chris masuk, alat medisnya malah dibawa kabur si pengamen.

Singkat cerita, dalam perjuangannya untuk dapat diterima magang menjadi broker di perusahaan saham tersebut, Chris mengalami banyak masalah, mulai dari ditinggal istrinya, dipenjara karena tidak dapat membayar tilang, dan diusir dari kontrakan. 

Namun dengan kerja kerasnya, Chris berhasil presentasi dengan mantap, dan membuat ia diterima untuk magang di Perusahaan tersebut. seperti biasa, masalah baru muncul, pasalnya selama ia magang tidak mendapat gaji, dan dari 20 peserta magang, hanya diambil 1 orang untuk dapat bekerja di perusahaan tersebut.

Proses perjuangan Chris ini memang penuh dengan kesialan, ibarat setiap ia mendapat 1 keberuntungan, ada 2 kesialan yang mengikutinya. Masalah-masalah baru yang muncul selama ia magang adalah diusir dari kontrakan ke 2 yang lebih kecil, menggelandang di stasiun, bermalam di toilet, dan kejar kejaran dengan pengamen hingga orang gila yang membawa kabur alat medisnya. Bahkan setiap sore ia harus mengantri dengan gelandangan lain agar dapat tempat untuk tidur di losmen khusus tunawisma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline