Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Belajar menulis

Kamis di Mata Benga

Diperbarui: 10 Desember 2020   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SARAS DEWI (Jawa Pos)

"Dari rintik suara anak petani melumat embun pertanyaan. Melamun tentang kabut harapan, hempasan kemanusiaan yang lecet, macet hukum, demam kebenaran di bungkam demi kejahatan, jahit ini untuk melengkapi mata orang pinggiran"

Kamis Di Mata Benga

______________

3600 detik beberapa abad lalu. Orang-orang masih lalu lalang mendengarkan reruntuhan peluru. Suara tembok yang digorok sepatu-sepatu kulit. Gesekan bambu tanpa baju. Hingga keringat yang membusuk di suatu ingatan.

Benga...

Nama gadis yang setia duduk menanti kabar. Kabar kerinduan yang tenggelam begitu panjang. Kabar cinta yang kini tinggal serpihan tanya, tanya, tanya, dan semoga yang tak kunjung-kunjung jeda.

" Apakah ada pesan hari ini?."

Ola wartawan muda itu selalu meninggalkan kalimat-kalimat itu berharap gadis itu tak lagi terkubur sepi. Sunyi membuncah, pecah berbaring nyaring tanpa rumah.

" Apakah ada pesan hari ini?."

Tiga Minggu berlalu dengan "Apakah ada pesan hari ini?" berulang kali di ucapkan. Bercucuran di atas langkah, membantai setiap kehadiran yang coba membujuk teduh.

" Benga. Ini sudah begitu larut. Pekik malam akan tiba sebentar lagi. Percayalah suatu hari nanti ia akan kembali."

Ibu mertuanya coba mendinginkan suasana. Suhada menemui arti dan makna. Sajadah untuk keping-keping merindu lalu pilu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline