Lihat ke Halaman Asli

Tantangan Guru Gaptek di Masa Pandemi

Diperbarui: 26 Januari 2021   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari freepik.com

Di awal tahun 2020, dunia dikejutkan munculnya Covid-19 yang menjangkit di mayoritas negara termasuk Indonesia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan virus corona sebagai pandemi. Terjadinya pandemi Covid-19 tidak hanya mengakibatkan krisis kesehatan masyarakat, akan tetapi juga mengakibatkan krisis berbagai aspek kehidupan termasuk pendidikan.

Krisis pendidikan menuntut dunia pendidikan melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan akibat pandemi Covid-19. Termasuk guru yang menjadi soko guru pendidikan harus melakukan adaptasi. Guru harus mampu melakukan adaptasi terhadap pola pembelajaran yang mengalami perubahan. Pembelajaran tidak lagi dilakukan secara tatap muka (luring), melainkan dilakukan jarak jauh (daring).

Dalam menyikapi pandemi Covid-19, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nmor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). 

Di antara isi surat edaran tersebut adalah kebijakan pelaksanaan belajar dari rumah.  Untuk menerapkan kebijakan tersebut disusul dengan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. 

Dalam SE ini disebutkan bahwa pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik  untuk  mendapatkan pendidikan selama darurat Covid-19, melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial badi pendidik, peserta didik, dan orang tua.

Pelaksanaan belajar dari rumah  menjadi tantangan guru dalam mengembangkan kreativitas terhadap penggunaan teknologi. Guru harus bisa memastikan bahwa teknologi yang dia gunakan tidak hanya berperan sebagai  transmisi pengetahuan, tapi pembelajaran juga dapat tersampaikan ke peserta didik. 

Akan tetapi, teknologi tetap tidak dapat menggantikan peran guru dan interaksi belajar antara pelajar dengan pengajar. Sebab pembelajaran bukan hanya sekedar tersampaikan pengetahuan, tetapi juga tentang nilai, kerja sama, serta kompetensi.

Sangat ironis kondisi rendahnya kompetensi guru dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi  (TIK)  -dengan kata lain gagap teknologi (gaptek)- di saat mereka harus menerapkan teknologi dalam pembelajaran. 

Pada bulan Februari 2020 sebelum pemerintah menetapkan kebijakan pelaksanaan Belajar dari Rumah, Gogot Suharwoto (Plt Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemdikbud) mengatakan bahwa saat ini teknologi masih sulit masuk di ruang-ruang kelas untuk pembelajaran. Hal ini faktor utamanya adalah masih rendahnya kompetensi guru dalam TIK. Ia menyebutkan kompetensi TIK guru yang akrab dengan teknologi tak sampai 50 persen dari total guru yang ada. Itu  terlihat dari pemetaan teranyar yang pihaknya lakukan

Ia menyebutkan bahwa pemetaan yang dilakukan mengapdopsi sistem yang diterapkan UNESCO, yakni ada empat level; 1) Level 1, literasi TIK; 2) level 2, guru mampu mengoperasikan dan mengaplikasikan; 3) level 3, guru bisa membuat kontens sendiri; 4) level 4, guru sudah mampu menjadi tariner.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline