Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Kala Si Jari Merintih Perih

Diperbarui: 29 September 2018   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: newsnetwork.mayoclinic.org

Mula-mula jari manis kiri saya susah ditekuk. Baru dibengkokkan sedikit saja sudah berasa nyeri. Lalu ngilu menjalar seperti sekawanan semut rangrang tengah menggigiti pori-pori punggung tangan. Tatkala jempol kiri pelan-pelan saya gerak-gerakkan, ternyata rasa nyeri kian menjadi-jadi. Ini pasti gara-gara jari pelatuk alias trigger finger terkunci dalam posisi tertekuk.

Jika pesepak bola menganggap kaki sebagai aset berharga, penulis pasti sangat bergantung pada jari-jemarinya. Tidak heran bila kita sering melihat pesepak bola terguling-guling dan meraung-raung setelah kakinya ditebas pemain lawan. Saya juga begitu saat merasa jari-jemari mendadak ngilu tak tertahankan. Jari-jemari yang tiba-tiba kaku, kram, dan ngilu membersitkan ketakutan.

Pada mulanya, saya memaksakan diri mengetik dalam jangka yang lama. Posisi papan tik lebih tinggi sekira sejengkal di atas siku. Sudah beberapa kali rasa nyeri menjalar dari ujung jari-jari. Namun, saya tidak jeri. Saya terus mengetik. Lagi dan lagi. Hingga dunia serasa akan kiamat.

Kelingking saya terasa kebas, seakan-akan mati rasa, dan sangat sulit ditekuk. Memang kelingking kiri hanya bertugas menekan tombol shift, caps lock, dan tab, namun sangat merepotkan apabila tugas itu harus diambil alih jari manis yang mengemban amanat khusus menyapa huruf q, a, dan z.

Kemudian nyeri menjalar ke jempol kiri. Ini menjengkelkan. Otomatis saya sukar menekan spasi. Alangkah tidak nyaman membaca tulisan tanpa spasi, sama tidak nyamannya dengan menanggung rasa cemburu tak berkesudahan. Saya luruskan malah nyeri. Saya tekuk malah cenat-cenut.

Meski begitu, saya paksakan diri tetap mengetik. Ide sedang deras-derasnya. Jika alirannya disumbat, migrain dan vertigo bisa mengancam kebugaran kepala saya. Akan tetapi, rasa nyeri kini menyerang seluruh sendi. Saya mencicit seperti tikus terjepit pintu ketika ruas-ruas jari seolah-olah ditindih sebatang besi.

Walaupun nyeri mencengkam hati, saya tetap mengetik. Persis pesepak bola yang meski sudah jatuh berkali-kali masih tetap bersusah payah berdiri dan berlari. Kemudian saya meringis menahan pedih. Tak dinyana, tendon saya tegang dan seketika membengkak.

Pembengkakan itu membuat tendon, urat keras yang menghubungkan otot dengan sendi atau tulang, tidak bisa leluasa digerakkan. Sempat saya paksa, namun rasa sakit mengempang aliran ide. Gagasan buyar. Imajinasi berantakan. Kini berganti nyeri di sekujur jari-jemari.

Begitulah. Gejala nyeri jemari yang menimpa saya selama berhari-hari. Alih-alih tulisan kelar, saya malah harus rihat mengetik. Yang tersisa tinggal rasa sesal. Maksud hati menumpahkan ide, apa lacur jari-jemari tidak sudi diajak kompromi.

Kasus yang saya alami boleh jadi dapat menimpa siapa saja. Termasuk kalian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline