Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Rekomendasi Penceramah ala Kemenag yang Membingungkan

Diperbarui: 26 Mei 2019   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Kemenag.go.id

Ramadan identik dengan ceramah. Tiap ceramah niscaya menghadirkan dua pihak, yakni penceramah selaku yang menceramahi dan pendengar ceramah selaku yang diceramahi.

Belum tentu yang menceramahi lebih mumpuni ilmunya atau lebih dalam pengetahuannya dibanding yang diceramahi. Di pesantren, misalnya, santri sering ceramah di depan para kiai. Walaupun konteksnya berbeda, esensinya tetap berceramah. Ini ilustrasi sederhana saja. 

Manakala umat di satu daerah mengundang penceramah dari luar, belum tentu kompetensi keilmuan pemuka agama di daerah itu tidak atau belum semumpuni mubalig yang diundang. Belum tentu juga reputasi dai yang diundang sedikit lebih baik apalagi jauh lebih baik ketimbang tokoh agama di daerah yang mengundang. Pengundang lazimnya punya alasan tertentu. 

Akan tetapi, saya tidak sedang ingin mengulik-ulik alasan pengundangan. Ada perkara lain yang mencemaskan dan membingungkan saya. Rasa cemas dan bingung itu dipantik oleh rekomendasi Kementerian Agama.

Perkara Fondasi Rekomendasi

Mengapa rekomendasi ini dikeluarkan? Jika alasannya demi keselamatan bangsa, saya jelas-jelas cemas dan bingung. Apakah ustaz yang tidak direkomendasi berpotensi mengancam keselamatan bangsa? Apa titik tumpu penentuan ancaman itu? Bagaimana sesuatu dianggap mengancam?

Saya tiba pada kebingungan berikutnya. Bagaimana rekomendasi itu disusun? Siapa yang mengajukan nama, siapa yang memilah nama, dan siapa yang memilih nama akan menghasilkan keputusan "abu-abu". Boleh jadi objektif, boleh jadi subjektif. Yang sepaham dicontreng, yang berbeda paham dicoret. Maka kemungkinan merekatkan jadi setara dengan meretakkan. 

Khalayak yang menyukai atau mengagumi mubalig tertentu, yang tidak direkomendasi, mungkin saja terusik. Bahkan yang tidak menyukai dan tidak mengagumi juga terusik. Perang opini dan debat kusir pun tersulut. Usik-mengusik, ledek-meledek, sampai sindir-menyindir. Malam tidak usai, siang lanjut lagi. 

Kita sedang berada di zaman yang lidah mau dipuasakan, tetapi jemari kadang tidak mau berpuasa. Tilik saja media sosial. Sengkarut menjadi-jadi.

Perkara Proses Kelahiran Rekomendasi

Di sini saya makin bingung. Ada tiga kriteria penentu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline