Mohon tunggu...
north
north Mohon Tunggu... Seniman - Students

listening to the beatles

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yang Harusnya Kita Tulis Mengenai Kelompok Difabel

19 September 2020   20:17 Diperbarui: 19 September 2020   20:25 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kesadaraan mengenai kesetaraan harusnya dimaknai secara lebih luas dan dalam lingkup yang lebih jauh. Dalam hal ini, pandangan mengenai manusia dan segala ketidaksempurnaannya---serta menerima itu sebagai bagian dari mereka---adalah sebaik-baiknya prinsip mengenai kesetaraan.

Kesetaraan berbeda dengan kesamaan. Sebab letaknya ada pada konsep penerimaan mengenai betapa kompleksnya manusia berikut jenis-jenisnya dan memahami bahwa semua manusia adalah bagian dari kita. Bagaimanapun fisiknya, bagaimanapun pemikirannya, bagaimanapun kemampuaannya. Dan hal lainnya yang kadang masih menjadi halangan untuk kita memahami konsep ini.

Kondisi fisik manusia sangat beragam, yang mana hal tersebut merupakan pemberian dari Tuhan dan kita tidak bisa meminta untuk menambah atau mengurang. Fisik ataupun hal yang menyertainya adalah sebuat paket yang membersamai kita sejak lahir. Begitupun ketika untuk beberapa orang memiliki fisik berbeda dengan kelompok lainnya yang menyebabkan mereka memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang lain. Kelompok ini disebut dengan difabel.

Kata difabel digunakan karena dinilai lebih halus dan tidak diskriminatif. Apabila diartikan secara harfiah, difabel merupakan kata serap dari istilah dalam bahasa Inggris, diffable. Dilansir dari urbandictionary.com, diffable merupakan, "Someone who has different abillities." Atau bisa diterjemahkan secara bebas sebagai seseorang dengan kemampuan yang  'berbeda'. 

Di laman English Oxford Living Dictionaries pula menyebutkan bahwa diffable adalah akronim dari differently abled dan pertama kali digunakan sekitar tahun 1980 sebagai alternatif dari kata disabled atau ketidakmampuan. 

Kata difabel jelas memiliki makna yang lebih positif dan tidak ada kesan merendahkan orang lain ketika kita menyebutnya demikian. Orang difabel sama persis dengan kita sebagai individu dan manusia namun dengan kemampuan yang berbeda.

Walaupun zaman sudah semakin maju dengan pemikiran manusianya yang sudah semakin terbuka dan semakin modern, kelompok difabel tetap saja menjadi bagian dari kelompok marjinal yang rawan didiskriminasi. 

Baik dari segi pekerjaan maupun kehidupan secara umum, kelompok difabel masih dianggap tidak mampu atau tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Selain itu, pengistilahan difabel dengan "cacat" menyebabkan adanya stigma bahwa kelompok difabel merupakan objek, bukanlah subjek.

Menyikapi ini, pers bisa mengambil peran yang cukup dominan---terutama dalam menjelaskan kepada masyarakat. Saat ini kelompok difabel masih mengalami diskriminasi karena adanya stigma-stigma yang terlanjur menjadi budaya di masyarakat. Yang terjadi sekarang, pemberitaan-pemberitaan mengenai difabel masih relatif sedikit. 

Beberapa kelompok difabel sendiri menilai bahwa pemberitaan soal mereka cenderung malah mendiskriminasi mereka dengan penyebutan mereka sebagai cacat. Contohnya, dalam pemberian judul, "Cacat Tidak Membatasi Si C untuk Terus Berprestasi." Kalimat seperti ini cenderung menyakiti kelompok difabel.

Untuknya, pers bisa mengubah stigma itu dengan mulai menghargai difabel tidak semata-mata menjadi subjek, melainkan objek. Hal ini bisa dilakukan dengan mulai menggunakan istilah-istilah atau kata-kata penyebutan difabel sebagaimana yang diinginkan mereka. 

Hindari penggunaan kata cacat, keterbatasan, buta, dan sebagainya. Serta memberikan ruang bagi para difabel untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan diri mereka tanpa melihat perbedaan fisik mereka.

Seperti yang telah dilakukan oleh media Tempo yang telah membentuk sub media online Tempo Difabel yang secara khusus mengangkat berita-berita soal kelompok difabel. Berita-berita yang dikabarkan juga dikemas dengan cara yang menarik. 

Konten yang diangkat adalah soal anak difabel yang berprestasi, ataupun mengangkat mengenai kelompok difabel di daerah tertentu sehingga membutuhkan perhatian lebih. 

Diharapkan dengan pengangkatan topik mengenai difabel oleh banyak media, baik itu media daring maupun cetak, kelompok difabel tidak lagi mengalami diskriminasi sehingga situasi yang setara itu berhasil diwujudkan.

Media daring juga bisa menerbitkan tulisan-tulisan yang mencerdaskan kepada masyarakat umum seperti yang paling fundamental adalah penggunaan istilah atau penamaan untuk kaum difabel. Seperti  yang dilakukan Kumparan dalam berita, "Sebut Saja Kami Tuli" yang menjelaskan bahwa teman tuli lebih suka disebut tuli daripada tunarungu karena tuli berdasarkan dari budaya dan identitas. 

Sedangkan Tunarungu itu berasal dari kata medis dan bersifat harus berusaha menjadi "mendengar". Dengan pemberitaan yang semacam ini, orang awam jadi bisa mengetahui bahwa kita bisa memanggil mereka dengan tuli dan bukan tunarungu.

Selain media daring, kini tayangan berita di televisi telah semuanya memasukkan translasi untuk Bisindo (bahasa isyarat Indonesia), yang biasanya ada di kolom sebelah kanan maupun kiri. Hal ini memungkinkan teman-teman yang tuli tetap bisa memahami berita yang tengah disiarkan televisi tersebut. 

Tindakan semacam ini merupakan bentuk upaya media untuk menghilangkan diskriminasi bahwa mengakses informasi merupakan hak setiap lapisan manusia bagaimanapun kondisinya.

Satu hal yang masih jarang (yang saya sendiri belum pernah menemui) adalah media cetak dengan huruf braile yang memungkinkan teman-teman tuna netra tetap bisa mengakses informasi melalui itu. Ini akan bisa menjadi sebuah inovasi jurnalistik yang menarik dan bisa menjadi upaya besar dalam menhilangkan diskriminasi.

Pada akhirnya, penghilangan diskiriminasi kelompok difabel adalah sedikit dari cara kita untuk mewujudkan kesetaraan yang muaranya serba luas dan abstrak. Namun ini bukan berarti sama sekali tidak mungkin diwujudkan.

Yang penting adalah pemahaman mendalam bahwa pada dasarnya semua manusia adalah sama dan kita harus menghargai mereka sebagai individu yang utuh tanpa melihat seperti apa bentuk fisik mereka. Setara adalah setara tanpa tapi dan diskriminasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun