Mohon tunggu...
Amorsa
Amorsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kata-kata menjadi teman cerita

Perempuan yang ingin berkelana berburu cerita

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sarung Terakhir Bapak

28 Februari 2021   16:31 Diperbarui: 28 Februari 2021   16:43 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Masih di langit kota yang sama, kota Sukabumi
Berjalan berpuluh-puluh kilometer, hingga mentari begitu menyengat
Ku rogoh saku rok, hanya 10 ribu rupiah yang ku dapat dari berjualan koran hari ini
Haus, lesu, lelah, letih
tak karuan ku rasakan

Tak terasa, mentari mulai bersembunyi
Rupanya ia ingin bermain petak umpet denganku
Aku pula bersembunyi di gubuk sederhana di sebuah gang kecil dan kumuh
Bibirku yang mengering, mukaku yang kotor terlihat oleh bapak
Renta, berbaring di tempat tidur
Berselimut sarung koyak, yang juga dipakai sholat setiap saat

Bertahun-tahun, belum juga aku mengganti sarung bapak. Uangku tidak cukup
Hanya nelangsa yang kurasa, setiap kali teringat bapak setia dengan sarungnya

Hingga, tibaa...
Sarung itu menutupi bapak
Menjadi saksi hidup kepergian bapak
Maafkan anakmu, Pak

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun