Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ingat! Tut Wuri Belumlah Cukup

2 Mei 2021   10:54 Diperbarui: 2 Mei 2021   10:55 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Pendidikan Nasional tahun ini (2021) diperingati dengan nuansa yang sangat berbeda. Ruang virtual lebih mendominasi dibanding kekhidmatan dengan mengangkat tangan saat hormat kepada pembina upacara dan juga sang saka Merah Putih. Ribuan (226 ribu hingga tulisan ini saya unggah) pendidik mengikuti upacara peringatan Hardiknas 2021 melalui siaran langsung di kanal/saluran Youtube Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Hal berbeda pun terlihat pada kop naskah pidato Mas Menteri, Nadiem Anwar Makarim. Jika tahun lalu tertulis Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tahun ini tertulis Pidato Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Hal ini setelah penggabungan antara dua kementerian tersebut dilakukan oleh pemerintah.

Lalu apa esensi peringatan Hardiknas tahun ini?

Pada bagian awal pidato, Mas Menteri menuliskan bahwa kita terlalu lama tidak memanfaatkan pemikiran Ki Hajar Dewantara sepenuhnya. Memaksimalkan buah pikir Ki Hajar dilakukan dengan membuka lembaran baru yang lebih sempurna yakni melakukan transformasi pendidikan. Transformasi yang memerdekakan secara sejati. Memerdekakan kehidupan manusia adalah esensi pendidikan. Keinginan Mas Menteri terhadap peserta didik di bumi Indonesia adalah menjadi pelajar yang menggenggam falsafah Pancasila, pelajar yang merdeka sepanjang hayatnya, dan pelajar yang mampu menyongsong masa depan dengan lebih percaya diri.

Bagi penulis, untuk mencapai keinginan tersebut, kita harus bergerak bersama dengan memahami konsep Ki Hajar Dewantara. Salah satu konsep yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah momong, among, dan ngemong yang kemudian dikembangkan menjadi tiga prinsip kepemimpinan, yakni Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Selama ini, dunia pendidikan kita hanya menggali dan terus mengumandangkan Tut Wuri Handayani. Inilah yang, menurut saya, salah satu dimaksud Mas Menteri bahwa kita belum sepenuhnya memanfaatkan pemikiran beliau.

Mari memahami ketiganya sehingga tiga prinsip ini bisa kita maksimalkan dalam mewujudkan merdeka belajar.

Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya di depan. Maksud di depan adalah seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh. Teladan menjadi kata kunci kesuksesan dalam pembelajaran sehingga ketika pembelajaran berlangsung seorang pendidik harus membimbing dan mengarahkan agar tujuan pembelajaran yang dipelajari peserta didik benar dan tepat. Teladan bukan sekadar pada penyampaian dan penguasaan materi, tetapi seorang pendidik harus menjadi teladan dalam segala hal bagi peserta didiknya. Harapannya, peribahasa "guru kencing berdiri, siswa kencing berlari" harus terhapus dalam kamus peribahasa pendidikan kita. Dalam proses pendidikan, tanpa sadar, seorang pendidik menjadi panutan bagi peserta didiknya. Seorang pendidik harus mampu digugu secara pribadi dan juga kompetensi pengetahuan pembelajarannya.

Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya di tengah-tengah atau di antara seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide. Pendidik berperan penting terhadap penciptaan prakarsa dan ide di dalam proses pembelajaran. Pendidik harus menguasai berbagai macam metode dan strategi agar kehadirannya bisa menjadi stimulus pencapaian tujuan pembelajaran. Ki Hajar yang antiteori tabularasa mengharapkan kepada seorang pendidik agar menjadi prakarsa tumbuh dan berkembangnya seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Layaknya petani, pendidik bertugas bukan mengubah jagung menjadi padi, tetapi memastikan padi tumbuh dengan baik dan menjaga jagung agar berkembang sesuai kodratnya.

Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya dari belakang seorang pendidik harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Bagian yang selalu kita dengungkan dan menjadi slogan pendidikan kita. Seorang pendidik harus dapat mendorong peserta didiknya untuk mencapai tujuan secara berkelanjutan dalam pendidikannya. Seorang pendidik harus terus memberi dorongan kepada peserta didik untuk belajar dengan tuntas dan maju berkelanjutan. Belajar tuntas yang dimaknai kebermanfaatan dalam kehidupan. Tiada artinya seorang peserta didik tuntas pembelajaran yang hanya mendapatkan angka sempurna pada laporan hasil belajar atau lembar ijazah. Akan tetapi, jauh dari itu, harapan kita, peserta didik nantinya meninggalkan bangku sekolah dengan memberikan kebermanfaatan dalam kehidupan secara universal.

Tiga konsep dasar Ki Hajar ini harus dipahami dan dilaksanakan secara sempurna sehingga keinginan  pada bagian akhir pidato Mas Menteri bisa tercapai, yakni mengajak kita untuk bangkit dan pulih, serentak bergerak, mewujudkan merdeka belajar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun