Mohon tunggu...
Suparmin
Suparmin Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Tebarkanlah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membayangkan Kenormalan Baru di Sekolah

4 Juni 2020   11:05 Diperbarui: 4 Juni 2020   11:08 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Megapolitan Kompas

Mereka akan berkejar-kejaran sepanjang hari. Bermain perosotan, jungkit-jungkitan, ayunan, panjatan sederhana,  umpetan, hingga saling menggendong sambil berlomba lari. Praktik membahagiakan bagi mereka yang tentu sangat bertentangan dengan konsep jaga jarak ini. Peserta didik tingkat SMP dan SMA/SMK pun suka bergerombol.

Perempuan biasanya memiliki kelompok-kelompok lengkap dengan nama kerennya. Laki-laki tak akan ketinggalan walau dengan kelompok yang lebih fleksibel. Bisa berganti ganti setiap hari. Bahkan,  jika kita saksikan selama ini, peserta didik perempuan begitu suka berpelukan di pagi hari dengan teman dekatnya. Apa jadinya, jika konsep jaga jarak diterapkan lalu mereka tidak bisa praktikkan. Oleh karena itu, pendidik dan seluruh warga sekolah harus terlibat. Mengingatkan mereka menjadi hal penting. Toh, kenormalan baru ini, akan berganti dengan kenormalan baru berikutnya. Semoga lebih baik.

Membayangkan praktik negatif

Bayangan pertama

Peserta didik memiliki karakter beragam. Akan tetapi, mereka rata rata ingin tampil beda di hadapan teman temannya. Ada ego dan butuh pengakuan. Biasanya, hal seperti itu lebih ditampakkan secara lahiriah,  penampilan semata. Boleh jadi, mereka akan datang dengan masker berbagai bentuk dan gambar. Dilanjutkan dengan saling memuji dan menyukai gambar masker temannya. Tidak berhenti sampai di situ, menurut pengalaman, peserta didik suka bertukar atau bertukar pinjam barang- barang apa saja dengan temannya. Lalu, apa jadinya jika mereka sampai ke praktik bertukar masker. Kenormalan baru ambyar.

Bayangan kedua

Kita akan membayangkan budaya ketimuran mulai luntur. Selama ini, budaya berjabat tangan menjadi praktik lumrah di sekolah. Setiap bertemu, peserta didik akan menjabat tangan sang pendidik. Bahkan mencium tangannya. Hal ini sangat dilarang dalam kenormalan baru. Apa jadinya jika larangan ini berlangsung lama. Bukankah sesuatu yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan membudaya? Semoga saja tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun