Mohon tunggu...
Ami Ulfiana
Ami Ulfiana Mohon Tunggu... Penulis - Gadis Pribumi

Untuk mereka yang menyimpan jiwanya rapat-rapat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ruang Luka untuk Alana - Part of Heal

8 Maret 2021   20:46 Diperbarui: 8 Maret 2021   21:23 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Februari dini hari, satu nyawa kembali terselesaikan. Benda kecil dengan ujung sedikit runcing itu ternyata sanggup mengoyak si gadis kecil yang belum genap berusia lima. Gadis malang, bisikku pada jiwa yang mulai dimakan rasa kantuk. Aku menutup lembar ketiga album foto yang mulai usang setelah tiga tahun tak tersentuh tangan manusia. Setelah album tua itu aku taruh diatas nakas, ku toleh suamiku yang sudah begitu terlelap.

"Akhir-akhir ini kita sudah jarang bercerita Mas, jangankan bercerita, bertatap muka saja sepertinya hanya di meja makan." Ku usap rambutnya yang masih sedikit basah.

Awan, suamiku sibuk dengan pekerjaannya, sementara aku sibuk mengurus anak orang. Sebenarnya Awan begitu membenci pekerjaan ini, entah sudah kali keberapa dia memintaku berhenti dan di kali keberapa juga aku kekeuh mempertahankannya.

Aku memilih pekerjaan ini bukan karena uang dari Awan kurang, sungguh bukan itu. Awan sangat bertanggung jawab, di tahun ke sembilan pernikahan seharipun aku tak pernah merasa kekurangan.

Sebagai lulusan S2 psikologi aku sempat bekerja di rumah sakit, aku juga cukup aktif menulis pada blog maupun rubrik. Hanya saja setelah kepergian Alana aku lebih menfokuskan diri untuk menjadi psikolog anak yang kemudian membuka praktik sendiri dan sedikit mengurangi kegiatan menulisku. Sementara Awan selalu beranggapan jika hal yang kulakukan sebuah kesia-siaan, toh sekalipun setiap hari aku bertemu dengan anak-anak, aku tak akan pernah bertemu kembali dengan Alana. Iya Alana, gadis kecil kami yang sudah pulang ke rumah Tuhan.

Tiga tahun sudah menjalani kehidupan berdua, Awan menjadi pendiam dan tentu saja komunikasi semakin terkikis. Sempat beberapa kali aku berucap untuk memiliki anak kembali, barangkali sanggup mengobati kerinduannya dengan Alana. Sayang, idealismenya begitu tinggi. Hati Awan tak se kekar tubuhnya dalam menerima kehilangan.

"Sampai kapanpun aku tak pernah sudi ada Alana Alana yang lain. Alana ku hanya satu. Dan sekalipun aku berniat memiliki anak lagi, maaf sayang, aku tak bisa melakukannya denganmu. Sebab kamu hanya akan mengingatkan dengan Alana ku yang cantik."

Deg.

Setiap kali aku mendegar idealismenya, seperti ada bogam yang menghujam keras ulu hatiku. Hal yang paling menyakitkan bukanlah melihatnya menikah kemudian memiliki anak dengan perempuan lain, bukan. Namun menerima kenyataan, Awan telah kehilangan rasa percaya jika aku bisa membesarkan Alana Alana yang lain.

Beruntung, sampai detik ini tak pernah ada tanda-tanda Awan akan melakukannya. Namun jika sewaktu-waktu hal itu terjadi, detik itu juga aku harus siap menerima. Entah Awan akan menceraikanku atau menjadikanku sebagai istri pertama. Benar, aku begitu mencintai laki-laki yang sembilan tahun terakhir ini telah menggantikan posisi kedua orangtuaku, Ari Irawan Sidiq.

...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun