Mohon tunggu...
Amirullah Arsyad
Amirullah Arsyad Mohon Tunggu... -

Manusia Biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masyarakat Madani Sebuah Utopia atau Orientasi Ideal?

20 November 2011   21:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:25 2293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Dalam kehidupan bermasyarakat tentu ada orientasi yang ingin dicapai yakni sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat. Tatanan masyarakat tentu berangkat dari sebuah landasan atau apa yang dipahami oleh masyarakat itu sendiri. Sadar atau tidak sadar tingkah laku kita dalam keseharian dibingkai oleh sebuah landasan atau World view (Pandangan dunia) terhadap realitas. Jadi kesimpulannya adalah tatanan sebuah masyarakat dilandasi dari pandangan dunia mereka atau dalam artian konsepsi apa yang mereka pahami dan terapkan. Salah satu sintesa dari pandangan dunia yang menyusun tatanan kehidupan bermasyarakat adalah sistem. Sistem yang saya maksud di sini adalah alat & cara yang digunakan dalam menyusun sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat. Akhir-akhir ini kita biasa mendengar istilah "Masyarakat madani" yang merupakan kata lain dari masyarakat sipil (civil society), Istilah ini dikonotasikan sebagai sebuah orientasi masyarakat yang ideal sebuah tatanan masyarakat yang dapat menjamin keadilan dan kesajahteraan masyarakat. Jikalau masyarakat madani adalah sebuah tatanan yang dapat menjamin keadilan dan kesejahteraan masyarakat, maka wajar jika hal ini sudah menjadi orientasi masyarakat. Tapi jauh sebelum membahas seperti apa dan bagaimana masyarakat madani itu sendiri mungkin lebih bijak jika kita meninjau berakar dari mana sebenarnya konsep ini dan apakah pernah terwujud sebagai sebuah realitas sosial yakni masyarakat madani.?!

Dari salah satu sumber menyatakan bahwa istilah masyarakat madani (civil society) pertamakali diperkenalkan oleh  Cicero (106-103 SM) yang dalam filsafat politiknya dikenal dengan istilah societies civilis yang identik dengan Negara. Dan dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai organisasi-organisasi masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan Negara serta keterikatan dengan nilai-nilai norma hukum yang dipatuhi masyarakat. Adapun karateristik dari masyarakat madani diantaranya adalah tegaknya supremasi hukum, untuk pembahasan kali ini saya akan konsentrasi pada analisis supremasi hukum bukan karena hal ini adalah  kebetulan merupakan disiplin ilmu saya tetapi merupakan hal yang sangat substansi dan urgensinya dalam pembahasan masyarakat madani tidak boleh dinomor kesekiankan. Supremasi hukum dalam masyarakat madani adalah upaya untuk meberikan jaminan keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang atau badan hukum memiliki kedudukan  dan perlakuan yang sama atau dalam hukum dikenal satu azas yaitu azas before the law (semua sama di mata hukum). Jadi dalam masyarakat madani tidak ada diskriminasi dan diferensiasi dalam penegakan hukum. Tidak ada tebang pilih dalam penegakan hukum, yang jelas siapa yang melanggar hukum harus diadili. Penegakan supremasi hukum dalam masyarakat madani tidak memandang predikat yang melekat kepada satu individu, lembaga atau apa saja yang masuk dalam kategori subjek hukum, entah yang melanggar itu .adalah seorang Presiden, Menteri, Ustadz, tukang becak, Mahasiswa atau penegak hukum itu sendiri harus diadili. Justru yang dikedepankan adalah Seseorang yang tahu hukum harus mendapat hukuman yang lebih dalam artian karena kesadarannya akan konsekuensi dari pengetahuannya. penegakannya tidak bersandar pada kebenaran prosedur tetapi bersandar pada kebenaran substansi. Realitas ini merupakan sebuah keniscayaan dalam bingkai tatanan masyarakat madani yang mesti terwujud. Hal ini hanyalah satu pembahasan mengenai parameter masyarakat madani sebuah konsepsi objektif. Masih banyak parameter yang bisa kita analisis dalam masyarakat madani Misalnya, free public sphere (ruang publik yang bebas), Demokratisasi, Pluralisme, Keadilan sosial (social justice), Partisipasi sosial dan parameter lain yang merupakan sebuah persyaratan untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat madani.

Tetapi saya berkayakinan dari parameter yang kita rumuskan diatas muncul kesan bahwa masyarakat madani adalah sebuah hal yang sangat sakral yang kemungkinan jika dibenturkan dengan realitas sosial yang terjadi ditengah-tengah masyarakat hanya akan menimbulkan naiknya tensi pesimisme dan derajat kefrustasian atau hal ini relevan dengan salah satu pesan anekdot dari salah seorang senior "Jangan terlalu banyak memikirkan nasib indonesia, nanti umurmu pendek" ada semacam ironi dan pesimisme yang ditujukan terhadap realitas yang telah terjadi. Terus yang menjadi pertanyaan adalah apakah masyarakat madani adalah solusi yang implementatif yang mampu memberi jalan keluar untuk berbagai bentuk permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia.? Bagaimana konsepsi masyarakat madani dan bagaimana mewujudkannya dalam sendi kehidupan bangsa,? Siapa yang mesti terlibat dan seperti apa aktor yang kita butuhkan? dan berbagai pertanyaan lain yang mungkin mengusik hati kecil kita. Masyarakat madani bukanlah penghakiman sebuah masyarakat yang mesti dicapai tetapi minimal kalau bangsa ini bisa mendekati perwujudan masyarakat madani kenapa tidak? Hal ini bukanlah kecenderungan sakralisasi terhadap wujud dari masyarakat madani tetapi memang dalam kenyataannya saat ini kesenjangan antara realisasi dan harapan masih menganga lebar. Wujud masyarakat madani bukanlah alasan untuk berhenti bertindak tetapi sebuah orientasi ideal yang mesti dicapai.

Masyarakat madani, pernahkah terwujud.?

Tinjaun historis menunjukkan bahwa sebuah tatanan masyarakat madani pernah terwujud. Di zaman Rasulullah SAW, direkonstruksi sebuah tatanan masyrakat, dimana sebelum mewujud menjadi masyarakat madani kita mengenal "Zaman jahiliyah" di mana bangsa arab mengalami dekadensi peradaban atau jahiliah dalam arti kata zaman kegelapan. Rasulullah mendesain sebuah tatanan masyarakat yang mencapai puncak peradabannya atau dalam persfektif Nurcholis majid memberikan landasan normative dengan menunjukkan kehidupan masyarakat madinah sebagai prototipe sebuah sampel masyarakat modern yang berperadaban. Secara argumentatif Cak nur (Panggilan akrab Nurcholis majid) mengungkapkan masyarakat madani secara konsepsional. Istilah "madinah" diartikannya "kota" tetapi secara etimologis perkataan itu mengandung makna peradaban dinyatakan dengan kata "maddaniyah" atau "tamaddun" dari akar kata inilah kita mengenal kata madani. Tindakan rasul untuk berangkat dari perubahan nama yastrib sebelum berubah menjadi madinah sebab yastribsebuah nama yang mengandung konotasi pagan. Menjadi madinah pada hakekatnya adalah sebuah pernyataan niat atau proklamasi bahwa beliau akan mendirikan dan mebangun masyarakat beradab dalam struktur komunitas masyarakat madinah. Realitas sosial pada zaman rasul meninggalkan data historis bagaimana kehidupan masyarakat pada saat itu, masyarakat arab jahiliyah yang sebelumnya tidak mengenal hukum (lawless) di bentuk menjadi sebuah masyarakat yang mengenal hukum. Produk hukum yang ditinggalkan rasul adalah bukti bahwa tatanan masyarakat madani pernah mewujud, sekian diantaranya adalah perjanjian hudaibiyah atau kita lebih kenal dengan istilah piagam madinah.Salah satu produk hukum modern karena model dan isinya kurang lebih inilah yang diadopsi menjadi undang-undang dasar kita.Coba cek.?! Dan pada saat itu masyarakat dapat hidup sejahtera, damai, berdampingan walaupun mereka hidup dalam masyarakat heterogen.

Berangkat dari fakta sejarah diatas dan melihat realitas sosial yang berkembang dimasyarakat, maka sebuah tuntutan dan keniscayaan untuk melakukan sebuah pembaharuan. Melakukan pembiaran atau hanya diam merupakan bentuk persetujuan pasif akan hal tersebut. Kita mesti menyusun sebuah konsepsi dasar untuk melepas bangsa dari belenggu jahiliyah modern, langkah awal adalah menghilangkan sikap pesimisme dan apatis. Mulai dari hal-hal terkecil, sebab perubahan besar adalah kumpulan dari perubahan-perubahan kecil. Saya melihat wacana ini bukanlah wacana politik yang mendikotomikan antara maksud dan aturan baku yang ada dalam masyarakat (Negara) yang kontradiksi dengan konsepsi ini. Bukan pula sebuah bentuk pemaksaan otoritas yang dikonotasikan sebagai sebuah hal yang mustahil dan ada nada pemberontakan, walaupun memang saya lebih bangga jika dicap sebagai pemberontak (kontra status quo), karena dalam persektif saya bahwa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat saat ini adalah sebuah kebohongan (kamuflase). Kepentingan individu, kelompok lebih dominan daripada kepentingan yang bisa dinikmati oleh semua orang. Dosa sosial akan kita nikmati nanti jika selama ini hanyalah pembiaran. Melalui tulisan ini pula saya mendeklarasikan pemberontakan saya terhadap sistem yang berlaku di masyarakat (Negara) ini. Oleh sebab itu melaui tulisan ini pula akan menginspirasi partispasi sosial yang benar-benar bersih dari rekayasa dan merupakan awal yang baik untuk mewujudkan masyarakat madani.

Langkah praktis yang semestinya diwujudkan adalah penegakan supremasi hukum yang merupakan keniscayaan untuk mewujudkan keadilan. Disiplin ilmu saya sebagai seorang calon penegak hukum, Insya allah akan menjadi modal untuk mendesain sebuah masyarakat adil makmur. Hal yang kita khawatirkan adalah jikalau penegakan hukum tidak diimbangi partisipasi masyarakat akan membentuk masyarakat tanpa kendali (Laizzesfaire). Jadi kesimpulannya persyaratan satu dengan yang lainnya adalah adalah keterkaitan yang tidak boleh saling lepas fungsi. Dan muara perjuangan kita untuk mebentuk sebuah tatanan masyarakat madani membutuhkan sebuah institusi sosial (Non pemerintahan) yang independen. Institusi ini adalah gerbong untuk menebar benih perubahan. Sebab kata pepatah bahwa "Kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir" maka langkah bijak jika analisis dari wacana akan melahirkan riak-riak sosial. Institusi sosial akan menjadi lokomotif untuk mewujudkan masyarakat madani, jikalau hanya gerakan ego individu hanyalah bentuk onani intelektual, butuh gerakan simultan dan jelas masyarakat madani hanyalah sebuah utopia jika kita belum melepas ego minimal ego individu. Ke depan kita perlu merapatkan barisan melepas ego, menyamakan persepsi dan visi serta menjaga independensi. Maka keyakinan kita untuk mewujudkan masyarakat madani adalah sebuah orientasi Ideal..!!!

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun