Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghadirkan Budaya Positif di Sekolah

29 Desember 2022   20:33 Diperbarui: 29 Desember 2022   20:45 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan ilmu dan tekhnologi yang pesat telah mempengaruhi peradaban dan budaya manusia. Nilai-nilai budaya berbaur seiring dengan mengglobalnya informasi. Dunia yang tanpa batas memaksa umat manusia bersosialisasi secara global. Membaur menjadi satu. Tidak ada sekat, penghalang dan batas diantara satu bangsa  dengan bangsa yang lain. Inilah yang disebut era globalisasi.

Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia dapat menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, keamanan, budaya, teknologi maupun lingkungan.

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Islam Aktual mengutif pendapat John Naisbitt dan Patricia Aburdene  bahwa globalisasai menunjukkan kesamaan gaya hidup abad 21. Keduanya meramallkan globalisasi dalam 3 F : food (makanan), fashion (pakaian) dan fun (hiburan). Globalisasi akan menjadi ancaman bagi hancurnya budaya, karakter satu bangsa jika tidak dilakukan proteksi.

Untuk memproteksi generasi muda di masa mendatang dari pengaruh negatif budaya asing sekolah sebagai lembaga pendidikan sepatutnya berikhtiar membentengi peserta didik dengan menciptakan budaya positif di sekolah. Budaya positif ialah perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah.

Upaya mewujudkan budaya positif di sekolah merupakan tanggungjawab bersama semua warga sekolah dari kepala sekolah, peserta didik, wali siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Sebagai pendidik guru memilki peran penting dalam menghadirkan budaya positif di sekolah. Mereka adalah teladan yang akan ditiru oleh peserta didik. Sekarang apa yang bisa dilakukan guna terciptanya budaya positif di sekolah?

Langkah-langkah

Berikut hal-hal yang bisa diupayakan. Pertama, membuat keyakinan kelas. Keyakinan berupa pernyataan-pernyataan universal yang dibuat dalam bentuk kalimat positif. Keyakinan kelas tidak dibuat dalam jumlah banyak sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas merupakan sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan kelas tersebut. Keyakinan kelas dibuat oleh warga kelas dengan melibat peserta didik sepenuhnya. Guru berperan sebatas membimbing, menuntun dan mengarahkan. Guru hanya menggali dari peserta didik apa yang menjadi kebutuhan mereka terkait dengan pedoman berprilaku siswa di kelas.

Wali kelas sebagai penanggungjawab dan pemimpin pembelajaran di kelas sepatutnya berkolaborasi dengan guru lain, termasuk mengkomunikasikannya dengan kepala sekolah sebagai pimpinan pembelajaran di sekolah. Terlebih keyakinan-keyakinan kelas tersebut kelak akan dijadikan sebagai bahan dalam merumuskan keyakinan sekolah.

Sekarang kenapa harus keyakinan kelas bukan peraturan? Ditegaskan hal tersebut  untuk mendukung motivasi intrinsik, kembali ke nilai-nilai atau keyakinan-keyakinan lebih menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian peraturan yang ada.

Selama ini kita mengenal peraturan, istilah keyakinan kelas muncul seiring dengan lahirnya kurikulum merdeka. Saya sendiri (sebagai guru) baru memahaminya lebih jauh saat mengikuti pendidikan Calon Guru Penggerak (CGP). Karena hal baru hampir semua guru belum memahami. Alasan itu yang memotivasi saya melakukan pengimbasan kepada guru lain yang tak lain teman sejawat saya beberapa waktu lalu. Apa perbedaan peraturan dan keyakinan? Disamping soal motivasi intrisik,   keyakinan kelas bersifat lebih 'abstrak' daripada  peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk kalimat positif.

Kedua, pembiasaan positif .  Pembiasaan hal-hal yang baik sangat diperlukan guna mewujudkan budaya positif di sekolah.  Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri. Pembiasan walaupun terlihat sepele tapi sesunggunhnya sangat bermakna bagi peserta didik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun