Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Islam dan Pemerintah Zalim

16 Desember 2020   20:08 Diperbarui: 16 Desember 2020   20:19 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Umat Islam Indonesia sekarang sepantasnya belajar dari  pengalaman negara-negara Islam di Timut Tengah. Ada Syiriah, Yaman, Afganistan dan lainnya, hancur lebur karena radikalisme Islam. 

Kemudian jika diamati, apa yang terjadi di Indonesia saat ini polanya sama persis dengan yang terjadi di sana. Kaum Islam radikal yang sebenarnya jumlahnya kecil terdengar nyaring berteriak-teriak menyalahkan, membidahkan, bahkan mengkafirkan saudara se-Islam mereka. Mereka berprilaku bagaikan orang yang paling benar. Di tangan mereka surga dan neraka. Surga untuk golongan mereka. Neraka untuk orang yang tak sekelompok dengan mereka. Mereka menyeruhkan jihad dengan salah makna.

Berikut pola gerakan radikal Islam yang bisa dibaca, mirip (bahkan sama persis) dengan yang terjadi di Timur Tengah. Pertama, mengedepankan kekerasan dalam memenuhi segala tuntutan mereka. Lebih mengedepankan mengerahkan massa disbanding dialog. Cenderung memaksakan kehendak. Semua orang yang berbeda dianggapnya sebagai lawan. Mengkafirkan dan menyesatkan orang yang berbeda paham dengan mereka.

Kedua, salah memahami konsep jihad. Jihad dipahami sebagai memerangi setiap orang yang menghalangi misi mereka. Jihad diidentikkan dengan angkat senjata semata. Setiap yang berbeda dengan mereka dianggap sebagai musuh. Mereka tak segan mengkafirkan seorang muslim. Kemudian menghalalkan darah setiap orang kafir. Mewajibkan memerangi mereka.

Ketiga, menyesatkan tokoh Islam moderat yang tak sapaham. Menuduhnya syiah, ahmadiyah atau lainnya yang sebelumnya mereka kafirkan terlebih dahulu. Dengan mengedepankan identitas Islam seperti dalam hal berpakaian, berpenampilan dan ucapan mengecoh orang awam. Akhirnya awam meyakini mereka sebagai tokoh Islam yang layak diikuti.

Keempat, menuduh pemerintah sebagai zalim. Dan kezaliman wajib dilawan. Dan pada akhirnya menyerukan perlawanan pada pemerintah. Pada posisi ini sebenarnya mereka seringkali ditunggangi oleh pihak lain yang memiliki kepentingan sesaat yakni merebut kekuasaan dari pemerintahan sah.

Kelima, mengelola emosi massa dengan hoaks. Mereka menggunakan media sosial guna mempengaruhi opini publik. Fakta diputarbalikan. Bagi mereka tak masalah kebohongan mereka terbongkar asalkan masyarakat terlanjur mempercayai narasi yang diketengahkan. Bukankah informasi yang diulang-ulang bisa diyakini sebagai kebenaran walau nyantanya kebohongan?

Untuk itu, menurut hemat saya umat Islam di Indonesia wajib memahami keadaan. Mengerti peta politik. Jangan mudah terjebak oleh isu-isu menyesatkan. Jangan gampang digiring oleh berita-berita hoaks. 

Belum lama, di medsos tersebar gambar orang mati dalam keadaan tersenyum. Dikatakan bahwa dia adalah salah satu laskar yang tertembak polisi. Mati syahid, senyum melihat surga. Eh,  ternyata yang bersangkutan masih hidup. Klarikasi pun dilakukan. Pertanyaannya, apa semua orang yang telah meyakini membaca klarifikasi yang bersangkutan? Saya yakin tidak.

Kemudian memperkuat persatuan dan kesatuan. Mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan apapun. Berkomitmen mempertahankan NKRI. Dan penting juga, sepantasnya tidak diam. Jika diam anda dianggap tak ada. Mereka akan merasa lebih percaya diri. Dan akan berbuat sesuka hati.

Walhasil, berhati-hatilah dengan keadaan. Pandailah membaca zaman. Bahwa ancaman nyata setiap bangsa atau negara saat ini adalah radikalisme. Radikalisme bak musuh dalam selimut. Semoga Allah melindungi kita semua, bangsa Indonesia, amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun