Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghapus Tiga Dosa Pendidikan

23 Februari 2020   11:56 Diperbarui: 23 Februari 2020   12:01 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama (22/02), dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim  mengungkapkan ada tiga dosa dalam dunia pendidikan sekarang. Ketiganya adalah intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan atau bullying. Menurutnya ini merupakan sesuatu yang tak bisa diterima, dimaklumi. 

Apa yang ditegaskan  Mendikbud tak berlebihan. Memang begitulah adanya. Tentang intoleransi misalnya, Wahid Foundation bekerja sama dengan LSI (2016) pernah meneliti dengan sebaran 1.520 siswa di 34 provinsi ternyata 7,7 % siswa SMA bersedia melakukan tindakan radikal.  

Demikian, penelitian Setara Institut (2015) terhadap siswa SMA di Bandung dan Jakarta menyebutkan sebanyak 7,2 % setuju dan tahu dengan paham ISIS. Balai Litbang Agama Makassar (BLAM) pada 2016 telah melakukan riset, hasilnya 10 % siswa SMA berpotensi radikal.

Pantas saja siswa seperti itu, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Jakarta pada Desember 2016 merilis hasil riset yang mengejutkan, banyak guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di tingkat pendidikan dasar dan menengah cenderung berpaham eksklusif dan bersikap tak toleran terhadap kelompok yang berbeda paham dengan mereka, baik sesama Islam maupun dengan yang non-Islam.

Mayoritas guru PAI tersebut menolak kepemimpinan non-muslim. Persentase penolakan mereka terhadap orang di luar Islam memegang jabatan publik sangat tinggi. Misalnya pada tingkatan kepala daerah sebesar 89 persen, kepala sekolah 87 persen, dan kepala dinas 80 persen. Mayoritas mereka (81 persen) juga tidak bersedia memberikan izin pendirian rumah ibadah agama lain di wilayahnya.

Terkait kekerasan seksual, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sebanyak 21 kasus kekerasan seksual dengan jumlah korban mencapai 123 anak di satuan pendidikan sepanjang 2019. Terdiri 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki. 

Pelaku mayoritas adalah guru sebanyak 90 persen dan kepala sekolah sebanyak 10 persen.  Sebanyak 62 persen terjadi di jenjang SD, 5 kasus atau 24 persen di jenjang SMP/sederajat dan 3 kasus atau 14 persen di jenjang SMA.

Mengenai perundungan, laporan dari Penilaian Siswa Internasional atau OECD Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018 disimpulkan bahwa sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD sebesar 23 persen. 

Pada saat yang sama, 80 persen siswa Indonesia mengaku perlu membantu anak-anak yang mengalami perundungan. Sementara sebanyak 17 persen siswa mengaku kesepian. Laporan juga mencatat, sebanyak 21 persen siswa Indonesia pernah bolos sekolah. Dan bullying menjadi alasan kenapa mereka bolos sekolah.

Bagaimana menghapusnya?

Sebagai wujud pertaubatan terhadap dosa, secepatnya dunia pendidikan (guru, sekolah dan semua pihak terkait) melakukan langkah konkrit guna menghilangkan, menghapus ketiga hal di atas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun