Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Sarjana Sampah

7 Februari 2020   10:20 Diperbarui: 7 Februari 2020   10:39 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku adalah Darina. Aku tinggal di desa terpencil. Jauh dari keramaian.  Ayah-ibuku seorang buruh tani. Mereka bekerja kepada para pemilik sawah. Keluargaku hidup pas-pasan. Bisa dibilang serba kekurangan. Aku memiliki tiga saudara. Aku  adalah anak bungsu. Kakak-kakaku semuanya Laki-laki. Aku satu-satunya anak perempuan. Tanggungjawabku sangat berat. Sebagai anak perempuan satu-satunya aku merasa dituntut  dapat mengayomi saudara yang semuanya laki-laki.

Kakakku yang pertama duduk di kelas 12 SMA. Namanya Darmin. Dia rajin sekolah. Walau terkadang gak membawa uang jajan, ia bersikeras  berangkat ke sekolah. Ibuku hanya memberi uang buat naik mobil ke kota kecamatan. Di sana kakakku menimba ilmu. 

Semangat belajarnya luar biasa. Tapi ayahku mengatakan, nanti lulus SMA kakakku tak perlu melanjutkan kuliah. SMA saja sudah cukup. Lulus SMA cari kerja saja ke kota, membantu ekonomi keluarga. Ayahku beralasan kuliah itu butuh biaya besar. Sedangkan orangtuaku tak mampu membiayai.

Kakak keduaku masih di bangku SMP. Dia ada di kelas 8. Sekolahnya tidak jauh. Masih di desa sendiri. Di desaku ada SMP swasta yang dikelolah oleh pemerintah desa. Jumlah siswanya sedikit. Mereka hanya dari desaku saja. 

Umumnya, mereka adalah anak-anak tak mampu. Tak bisa belajar di sekolah negeri yang ada di kecamatan. Berbeda dengan kakak pertamaku, ka Dartim orangnya malas. 

Dia sering gak masuk. Terlebih jika ibu tak memberinya uang jajan. Jika tak sekolah, waktunya dihabiskan bermain di pinggiran kali bersama teman-temanya. Ka Dartim seringkali ngomong bahwa ia tak akan melanjutkan sekolah ke  SMA. Cukup SMP saja. Baginya yang penting sudah bisa membaca dan menulis. Kedua orang tuaku juga sepertinya menyetujui.

Satu lagi kakakku bernama Durmin. Orangnya tak bisa diam. Bermain terus. Jarang di rumah. Malas, sering tidak masuk sekolah. Minggu kemaren gurunya berkunjung ke rumah. Menanyakan, kenapa sudah sepuluh hari lebih tidak berangkat sekolah. 

Dia duduk di kelas 6 SD. Kelas terakhir biasanya kegitan mengajar lebih padat dibanding kelas-kelas di bawahnya. Kedua orangtuaku pasrah. Mereka tak memiliki banyak waktu membimbing ka Durmin. Ayah-ibuku sibuk bekerja ke orang guna memenuhi kebutuhan hidup kami.

-------

Hari ini aku menjadi orang yang sangat bahagia. Mata ayahku berkaca-kaca menyaksikan kebahagianku. Ibuku tak kuasa membendung tangis. Kakak-kakkku berkumpul duduk mengelilingiku. Sebagian saudarku juga hadir. Beberapa tetanggaku ikut menyaksikan. Kami sedang bersiap diri, menunggu mobil. Kami berencana berangkat ke Jakarta. Tak lama, mobil minibus datang. Kami sekeluarga pun berangkat. Meninggalkan rumah dan kampong halaman.

Di sebuah gedung super megah aku duduk bersama teman-teman pada barisan terdepan. Di belakang ada keluarga kami masing-masing. Sesekali aku menengok ayah-ibu. Ku saksikan kebahagian mereka berdua. Ibuku pun melambaikan tangan. Aku membalasnya dengan penuh rasa haru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun