Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Mabuk Agama

19 Januari 2020   10:48 Diperbarui: 19 Januari 2020   10:57 5957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Hidayatullah.com

Pada tahap ini tak ada masalah sebenarnya. Tapi ketika berhijrah lebih menitikberatkan pada sesuatu yang besifat simbolik makna hijrah akan menjadi bias. Terlebih manakala diiringi dengan mengabaikan, mencampakkan kearifan lokal. Menyalahkan budaya setempat. Anda boleh saja memakai peci putih tapi apa perlu menuduh orang menggunakan blankon sebagai perbuatan berbau syirik? Anda bisa mengenakan gamis atau jubah, tapi apa harus membuang sarung? Baju kokoh?

Ketiga, label syariah. Pelebelan biasa digunakan dalam kegiatan ekonomi seperti pemberian nama produk atau lainnya. Ada hotel syariah, rumah sakit syariah, perumahan syariah, koperasi syariah dan masih banyak lagi. Menjadi kurang bijak ketika syariah hanya digunakan sebagai kedok bisnis, guna menarik simpatik publik atau pasar. 

Lebel syariah digunakan untuk penipuan seperti yang belakangan terjadi,  investasi bodong PT Kampoeng Kurma yang menjanjikan hasil sesuai prinsip syariah. Menurut  kajian MUI cara bisnis dan investasi PT Kampoeng Kurma dinilai menerapkan sistem judi dan gharar (tipuan). Terlebih pelabelan syariah dilakukan secara liar, tanpa melalui proses penilaian, kajian sebelumnya.

Bagaimana menanggulanginya?

Kenapa fenomena sosial di atas terjadi? Jawabanya, karena di Indonesia sekarang banyak orang yang mabuk agama. Yakni mereka yang bermodalkan semangat, tak mengedepankan ilmu dan akal sehat dalam menjalani hidup beragama. Ditambah dengan fanatik buta. Padahal menurut seorang kritikus sastra asal Inggris Robert Graves fanatik terhadap agama adalah bentuk kegilaan yang membahayakan.

Sebab itu, menurut hemat saya sebaiknya kita berhati-hati dalam memahami, mengamalkan ajaran agama. Jangan merasa paling benar. Ingat Iblis terkutuk dan celaka karena kesombongannya menganggap diri paling hebat, paling pintar, paling mulia dan paling benar. Kemudian hargai dan hormati perbedaan yang ada. Bukankah perbedaan dalam segala halnya adalah keniscayaan?

Selain itu, perdalam terus ilmu agama secara baik dan benar. Jangan mau dibatasi oleh sekat-sekat fanatisme kelompok atau golongan. Pandangan yang luas akan memudahkan menghadirkan sikap toleransi. Dan gunakan akal sehat dalam menimbang setiap ilmu yang disuguhkan. Semangat mencari kebenaran kudu dihidupkan secara terus menerus. Jangan merasa pintar karena saat itu anda bodoh. Jangan merasa benar sebab saat merasa benar anda sejatinya salah.

Kebenaran hanya milik Allah.

Walhasil, mabuk agama adalah hawa nafsu. Hawa nafsu menjelma apapun  sepantasnya diperangi, dihindari seperti ajakan Rasulullah SAW. Agar tak terjebak pada mabuk beragama gunakan akal sehat sebagi perisai. Buang fanatisme madzhab, golongan, atau kelompok secara berlebihan. Fanaatisme seperti virus membayakan dalam tubuh umat Islam. Fanatisme menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran. Mabuk. Wa Allahu 'Alam 

Penulis adalah Pemerhati Sosial, Politik dan Agama tinggal di Indramayu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun