Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembangkan Kelebihan, Abaikan Kekurangan Anak

25 September 2017   16:06 Diperbarui: 25 September 2017   16:10 2655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah seorang wali siswa mengeluh kepada saya. Kenapa anaknya yang bungsu berbeda dengan kakak-kakaknya. Mereka rajin, disiplin, cepat menangkap materi pelajaran. Tapi untuk anak yang terakhir ini berbeda. Dia cenderung susah fokus dalam belajar. Lambat memahami pelajaran. Juga gemar bermain. Waktu di rumah dihabiskan hanya untuk bermain dengan teman-temanya. Sulit jika diajak belajar.

Saya katakan padanya, Allah menciptakan manusia itu memang tak sama. Tapi satu yang tidak berbeda, semua diciptakan dalam keadan yang terbaik. Sempurna. Dalam Al Quran ditegaskan bahwa manusia tercipta dalam sebaik-baik bentuk dan rupa. Manusia memilki segudang potensi dan bakat. Potensi dan bakat mereka saling berbeda satu dengan yang lain. Bakat dan potensi tersebut yang akan menjadi bekal mereka dalam menjalani kehidupan di atas muka bumi. 

Menurut Murtadha Muttahhari dalam bukunya Perspektif Al Quran tentang Manusia dan Agama, penciptaan manusia benar-benar diperhitungkan  secara teliti; bukan suatu kebetulan. Karenanya manusia merupakan makhluk pilihan. Maka tak sepantasnya, sebagai orang tua kita mengeluh. Di balik apa pun yang ada pada anak-anak kita terdapat potensi yang tersembunyi. Dan itu harus digali dan ditemukan. Bisa jadi anak yang terlihat nakal, tak fokus ketika belajar, gemar bermain memilki bakat luar biasa.

Munif Chatib,  seorang konsultan pendidikan ternama di tanah air memastikan bahwa setiap anak memilki kemampuan seluas samudra. Kemampuan kognitif  yang menghasilkan daya pikir positif. Kemampuan psikomotorik yang menghasilkan karya bermanfaat dan penampilan yang dahsyat, serta kemampuan afektif yang menghasilkan nilai dan karakter yang manusiawi sesuai fitrahnya.

Nah, menjadi tugas serta kewajiban orang tua dan guru sebagai pendidik bagi anak untuk menggali, mencari dan  menemukan kemampuan anak tersebut. Bahasa lainya orang tua-guru wajib menemukan bakat, potensi, atau kelebihan anak mereka. Menurut S.C Utami Munandar (1985) (seperti dikutip dalam web dosenpsikologi.com), bakat atau aptitude dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan bawaan dari seseorang yang mana sebagai potensi yang maish perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dan dilatih agar dapat mencapai impian yang ingin diwujudkan. Jika sudah ditemukan maka bakat, potensi, serta kebisaan anak tersebut kudu dikembangkan secara maksimal. Proses pencarian dan pengembangkan bakat itu sejatinya merupakan proses pendidikan atau belajar baik yang dilakukan di sekolah maupun dalam rumah.

Menemukan bakat atau potensi anak memang tak mudah. Butuh ketelitian. Harus sabar. Tak boleh putus asa. Yakinlah bahwa anak kita memilki keunggulan, kelebihan yang bisa jadi tak dimilki oleh yang lain. Kemudian proses menemukan bakat dan potensi juga butuh waktu. Orang tua dan guru sepantasnya bisa  bekerja sama. Sebab di tangan mereka masa depan anak ditentukan. Bukankah orang tua dan guru adalah pencetak generasi yang akan datang? 

Bagi sebagian orang tua (juga para guru) menggali bakat dan potensi anak menjadi problem tersendiri. Bagaimana cara menemukan bakat atau potensi sang anak? Anak berbakat pada umumnya diketahui karena keadaan tertentu. Pertama, menurut Dra. Clara Kriswanto, MA, CPBC, psikolog dari Jagadnita Consulting, seperti dikutip Diana Yunita Sari dalam Kompas.com, anak-anak yang berbakat umumnya lebih cepat menguasai bidang tertentu dibanding anak lain, tanpa mengeluarkan usaha keras. Contohnya anak yang berbakat menyanyi, akan lebih mudah mengenali not, ketajaman nadanya juga bagus. Anak yang berbakat dalam bidang linguistik atau bahasa, bisa meniru atau menghafal bahasa asing lebih cepat.

Kedua,Anak yang berbakat mempelajari sesuatu dengan cara berbeda dibanding anak lain. Mereka kerap memecahkan masalah dengan caranya sendiri. Seperti anak yang suka melakukan bongkar pasang sesuatu. Hal itu menunjukkan betapa besar keingintahuannya terhadap sesuatu tersebut.

Ketiga,anak yang mempunyai bakat biasanya memotivasi diri sendiri untuk mempelajari hal-hal yang sangat disukainya. Anak yang senang bermain piano atau berenang tak hanya berlatih saat gurunya datang. Mereka akan berlatih piano atau berenang tanpa disuruh. Idealnya, bakat yang dimiliki oleh anak sejalan dengan minatnya. Tapi, ada juga hal yang disukai tapi anak tak berbakat. Di sini orang atau guru diuji nalurinya dalam menemukan anak didiknya.

Jika bakat anak sudah terlihat maka kewajiban orang tua dan guru untuk mengembangkannya lebih jauh. Jangan mengabaikannya begitu saja. Jangan biarkan anak mengasah bakatnya sendiri tanpa bantuan dan bimbingan dari orang tua atau guru. Jika diabaikan, tak dikembangkan bakat yang mulai mekar bisa layu kembali. Dan satu lagi, tak semua bakat anak  berjalan beriringan dengan minatnya. Ada anak berbakat tapi tidak berminat dengan bakat yang dimilikinya. Sehingga bakatnya baru optimal berkembang dan menemukan jatidiri pada usia yang tak muda lagi. Oleh karena itu saat orang tua atau guru melihat bakat anak, dorong si anak untuk mencintai, menggelutinya.

Kemudian apa yang harus dilakukan orang tua atau guru? Orang tua atau guru selayaknya mendampingi anak dalam mengembangkan bakatnya. Membantu mereka memaksimalkan potensi yang terpendam di dalam dirinya.  Mendukung mereka menemukan jati diri dan potensi. Dukungan diberikan tak hanya dalam bentuk materi, dukungan moril juga penting. Misalnya dengan memberi pujian atau hadiah atas apa yang dilakukan anak. Bentuk dukungan juga bisa diberikan dengan tidak membanding-bandingkan anak dengan saudara atau temannya, apalagi sampai mendapat label negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun