Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengevaluasi Sistem Zonasi PPDB

19 Juli 2017   04:50 Diperbarui: 19 Juli 2017   04:55 5147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama, teman saya mengeluh sekaligus kecewa. Kekecewaan dirasakan saat dia mendaftarkan anaknya di sebuah sekolah menengah keguruan (SMK) negeri. Sebab anaknya terancam tak diterima dengan alasan tak memenuhi syarat terkait sistem zonasi. Anaknya didaftarkan pada sekolah di luar kecamatan sesuai domisilinya. Dia beralasan memilih ke luar karena di wilayahnya tak ada SMK yang membuka program (jurusan) yang diminati sang anak.

Ada cerita lain, saya baca tulisan Agustina Purwantini di Kompasina.com.Ada empat anak bertetangga. Rumahnya berdekatan. Keempatnya mendaftar ke  sekolah yang sama. Mereka semuanya mendaftar melalui jalur kartu dan zonasi. Ternyata hanya satu orang yang lolos.  Yang tiga protes, pasalnya justru yang nilai UN-nya terendah yang diterima. Ternyata dalam sistem zonasi diberlakukan menyeleksi calon peserta didik berdasarkan urutan nilai yang terendah. Makin rendah nilai UN, makin berpotensi diterima jika alamatnya dekat dengan sekolah.

Untuk tahun ini memang ada yang berbeda dari penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah negeri. Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) telah memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru. Dalam sistem tersebut calon siswa diwajibkan mendaftarkan diri ke sekolah yang berdekatan atau satu kawasan dengan tempat tinggalnya berdasarkan alamat dalam Kartu Keluarga (KK). Faktor domisili (zona) menjadi bagian syarat diterimanya calon peserta didik.

Apa yang dialami oleh anak teman saya juga dirasakan oleh banyak calon peserta didik lain di seluruh Indonesia.  Di Bali misalnya, kisruh  terjadi pada penerimaan siswa tingkat SMA/SMK. Akibatnya, Gubernur Bali memerintahkan sekolah untuk mengabaikan Permendikbud tentang PPDB dan mengeluarkan Pergub. Pergub itu menginstruksikan sekolah membuka PPDB gelombang kedua. Bagi kepala sekolah yang membangkang, siap-siap dimutasi ke daerah kurang strategis. (kumparan)

Kemendibud beralasan,  seperti disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad,  kebijakan sistem zonasi bertujuan untuk mengakomodasi siswa tidak mampu untuk mendapatkan sekolah. Ini adalah program afirmasi untuk melindungi anak tak mampu bisa masuk ke sekolah negeri yang dibiayai negara. Dalam Sistem zonasi disyaratkan agar 90 persen anak di zona itu bisa diterima. Sisanya (10 persennya) boleh  mengambil calon peserta didik dari luar dengan beberapa pertimbangan. Kemudian sekolah juga diminta menerima minimal 20 persen siswa yang tidak mampu. Adapun penerapan online digunakan untuk mempermudah pengawasan zonasi tersebut. Namun, Hamid menegaskan masih mentolerir bagi sekolah yang belum dapat menerapkan sistem tersebut secara sempurna. (detik.com)

Maksud pemerintah sebenarnya baik. Ini merupakan upaya perbaikan dalam pelaksanaan PPDB di tanah air. Seperti diketahui sebelumnya, PPDB selalu menyisahkan berbagai persoalan dalam masyarakat umumnya, juga dunia pendidikan lebih khusus. Diantara persoalan yang sering muncul adalah tidak teraksesnya peserta didik yang tidak mampu pada sekolah negeri, tidak lolosnya peserta didik bernilai UN tinggi juga soal kesenjangan antara sekolah favorit dan sekolah pinggiran. Sekolah maju memperoleh siswa secara berlebihan, sedangkan sekolah yang masih proses berkembang harus rela menerima sisa atau muntahan dari sekolah favorit/maju.

Sistem zonasi juga usaha pemerintah dalam pemerataan kualitas pendidikan. Pemerintah berusaha mengurangi tajamnya jurang pemisah antara sekolah mewah, maju, favorit dan yang sebaliknya. Dan diharapkan semua anak negeri bisa mendapatkan akses pendidikan secara merata. Tak dibedakan antara yang kaya dan miskin. Tak membedakan antara yang berprestasi dengan yang kurang berprestasi. Semua bisa belajar. Menggali kemampuan dan bakat. Menyonsong masa depan berbekal pendidikan.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy, sistem zonasi diberlakukan bertujuan untuk meminimalisir pelajar berburu masuk ke sekolah-sekolah favorit yang jauh dari tempat dia berdomisili. Semua sekolah sekarang harus jadi favorit. Dengan sistem zonasi tersebut  kesenjangan antara satu sekolah dengan sekola lainnya diupayakan dapat ditiadakan. (http://www.jpnn.com)

Evaluasi

Sistem zonasi menurut hemat saya wajib dievaluasi. Evaluasi dilakukan untuk memantau sejauhmana efektifitas penerapan sistem baru tersebut. Juga memperbaiki (baca:menyempurnakan) hal-hal yang dinilai kurang. Ada beberapa hal yang menjadi catatan pelaksanaan PPDB menggungakan sistem zonasi  pada tahun ini. Pertama, melakukan sosialisasi lebih banyak lagi. Pelaksanaan sistem zonasi PPDB tahun ini saya anggap tak didahului dengan sosialisasi yang cukup. 

Terkesan sangat mendadak. Tak sedikit dari  masyarakat yang merasa terkejut. Tidak mengetahui sebelumnya.  Bahkan kalangan guru pun masih ada yang belum memahaminya secara baik dan utuh. Hal seperti ini, tak boleh terjadi lagi di tahun-tahun mendatang. Kemendikbud harus mengupayakan sosisalisasi secara maksimal jauh sebelum pelaksanaan PPDB.

Kedua,penggunaan sistem online juga sepantasnya dipersiapkan secara matang dan baik. Persiapan terkait perangkat, SDM,  juga jaringan internet.  Sekolah sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas PPDB diminta menyiapkan segala hal yang dibutuhkan. Panitia PPDB (dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan lainnya) sebaiknya dilatih terlebih dahulu. Sehingga pelayanan PPDB akan berjalan dengan baik. Tanpa kendala berarti.

Ketiga,mempertimbangkan nilai UN. Niai UN calon peserta didik pantas menjadi salah satu pertimbangan atau syarat dalam penerimaan PPDB disamping soal zona dan latar belakang ekonomi keluarga. Mengambil nilai terendah UN kudu dihentikan. Sebab hal semacam itu akan berpengaruh negatif pada peserta didik dalam memandang pentingnya nilai baik dalam proses pembelajaran. Serta dapat meruntuhkan motivasi peserta didik dalam belajar, meraih prestasi.

Keempat,mempertimbangkan kemampuan peserta didik yang lain terkait bakat dan minat misalnya. Anak-anak yang memilki kemampuan lebih di bidang tertentu kirannya bisa dipertimbangkan. Contoh,  mereka yang memilki prestasi dalam bidang olahraga, kesenian dan lainnya.

Walhasil, apa pun sistemnya, jika tak disiapkan maka akan kedodoran dalam penerapannya. Ini yang harus diperhatikan oleh Pemerintah dalam penerapan sistem zonasi dalam PPDB di tahun yang akan datang. Maka tak salah jika Pemerintah mengkaji ulang dan mengevaluasi. Wa Allahu Alam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun