Mohon tunggu...
Amiruddin Zahri
Amiruddin Zahri Mohon Tunggu... -

menulis adalah hal yang menyenangkan dalam keseharian saya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mitos Gelas Kaca- Part 2

21 Januari 2015   18:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:41 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Gelas 2

“Bunga Kampus”

6 tahun kemudian

Suiit.. Suiit..

Gerombolan mahasiswa bersiul saling bersautan melihat gadis yang berjalan di depannya. Sedangkan pandangan mata mereka tidak berhenti berkedip, sama halnya dengan beberapa orang lainnya. mereka menatap lekat sosok tersebut.

Sosok yang menjadi pusat perhatian malah tanpa beban melenggang membelah kerumunan mahasiswa tersebut. ia sudah terbiasa dengan tatapan orang seperti itu. Senyum tipis di bibirnya menunjukkan kesantunannya. Ia tidak terlihat menyombongkan diri terhadap sisi kecantikannya.

Wajahnya memang terlihat sempurna. Radja yang duduk tidak jauh dari arah gadis tersebut berjalan, memiliki kesan yang sama dengan lelaki yang menggodanya. Ia bisa menggambarkan secara jelas apa yang dilihatnya.

Wajah gadis tersebut berbentuk bulat dengan lesung pipi. Rambutnya tertata rapi bergelombang sedada. Hidungnya tidak terlalu mancung, tetapi dagunya tampak runcing ke depan. Bisa jadi daya tariknya ada di bagian tersebut. apalagi kalau tersenyum, perpaduan mata, bibir, dan dagunya tersebut memancarkan pesona.

Pakaiannya tidak menyiratkan sebagai cewek nakal. Baju yang dipakai longgar bermotif bunga-bunga dengan warna dominan putih. Sedangkan celana jeans yang melekat di bagian bawah tidak terlalu meruncing. Wegdes yang dipakai pun pas dengan ukuran kakinya, dari caranya berjalan pasti sudah terbiasa memakainya.

Radja pun tertarik mengenalnya, tetapi ia ragu mendekati perempuan tersebut. selama ini, ia belum pernah mengalami perasaan tertarik dengan perempuan. Dulu masa SMA nya dihabiskan untuk sekolah dan bekerja sosial di panti asuhan. Akan tetapi, popularitasnya di sekolah dulu membuat banyak gadis ingin menjadi pacarnya. Radja tidak bergeming, ia mengabaikan semua perhatian yang diterimanya.

Memasuki kelas, mata kuliah pengantar sosiologi, ia memilih duduk paling depan. Dosen yang mengajar membuatnya tertarik tentang ilmu tersebut. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pergaulan seseorang dengan yang lainnya. Ia biasa terapkan ilmu tersebut ketika menyambangi panti.

Menyelesaikan kelasnya, Radja memilih duduk di bangku koridor kampus tepat di samping mading. Ia memasang earphone di telinganya dan menggeser layar ponselnya untuk memilih lagu yang didengarkan. Kepalanya lalu digoyangkan menikmati lagu. Kaos hitam polos yang melekat ditubuhnya dan jelana jeans ketat serta sepatu kets warna putih adalah seragamnya siang itu. Ia belum ingin beranjak dari kampus.

“Auuuh..”

Buku berserakan terlihat di depannya. Ia kemudian menatap gadis yang menunjukkan ekspresi kesalnya. Sedangkan cowok yang tadi menabraknya berlalu begitu saja. Radja pun bergegas membantu mengambil buku-buku yang berserakan.

“Makasih” Tatapnya pada Radja.

Wajah Radja tampak gugup melihat sosok gadis yang tadi pagi dilihatnya sekarang berada di depan matanya dengan jarak yang sangat dekat. Ia bisa melihat lebih detail alis, bulu mata, dan lensa matanya natural. Lipstik di bibirnya juga tidak terlalu tebal, make-up yang menghiasi kulit wajahnya juga tampak natural.

“Hello, malah bengong.” Gadis itu kebingungan menyaksikan tingkah cowok di depannya yang masih terpaku. Tidak segera mendapat respon, ia pun melenggang pergi meninggalkan si cowok.

Setelah si gadis sudah membelakanginya, Radja baru menyadarinya. Ia berniat teriak memanggilnya, tetapi ia tadi belum sempat berkenalan. Ia pun mengutuki dirinya sendiri yang tidak tanggap mendapat kesempatan tersebut. kemudian ia memutuskan untuk pulang ke rumah dan bermain dengan game online-nya.

*****

Sebelum sampai ke rumah, Radja dihubungi oleh papanya. Ia diminta untuk membantunya bertemu dengan klien sebuah lembaga non profit. Papanya menjelaskan bahwa lembaga tersebut menangani isu-isu sosial terkait kemiskinan. Papanya berharap Radja bisa membantu supaya lembaga tersebut bisa menjalin kerjasama tersebut untuk bisnis jangka panjangnya.

Radja pun melenggang ke tempat yang ditunjukkan. Menemui klien papanya bukan hal baru. Sejak SMA, Radja sudah sering diajak mengenal bisnis papanya di bidang jasa advertising tersebut. Ia salut dengan papanya, meskipun bidang yang digelutinya bergerak di bidang profit ternyata ia peduli dengan hal yang berbau sosial. Akan tetapi, ia kurang setuju dengan pemikiran papanya bahwa semua ini dilakukan untuk investasi jangka panjang. Baginya, proyek kemanusiaan ya rasa kemanusiaan.

Radja terpikat dengan konsep yang dijelaskan oleh pihak lembaga yang diwakili Kepala divisi Public Relation. Ia kemudian menjanjikan akan menindaklajuti proyek tersebut dan diputuskan oleh papanya. Ia pun mengakhiri pertemuan tersebut dan masing-masing meninggalkan tempat pertemuan.

Dalam perjalanan, Radja tiba-tiba ingin membeli buku tentang Shocking Culture. Ia membutuhkan buku tersebut untuk melengkapi pengetahuannya terhadap materi yang disampaikan oleh dosennya tadi siang. Kekagetan budaya bisa saja terjadi pada siapa pun ketika berada pada lingkungan di luar dirinya. Hal tersebut juga bisa terjadi akibat kenaikan kelas sosial yang signifikan. Akhirnya seseorang perlu beradaptasi baik secara interpersonal maupun lingkungan barunya.

Memasuki toko buku yang didesain dinding berkaca yang transparan, Radja berjalan mengikuti jalur pembatas yang ditentukan. Ia tidak perlu berlama-lama, buku bersampul putih tersebut diambilnya dan menuju kasir. Beberapa orang sudah mendahuluinya, dan dia mendapat urutan ketujuh.

Sambil menunggu antrian, ia tebarkan pandangan ke penjuru ruangan. Ia melihat beberapa anak berseragam SMA telah serius membaca buku komik dan diikuti tawa yang tertahan. Pada sisi lain, ada gadis berkawat gigi sedang berdiri di rak novel. Namun pandangannya berhenti pada sosok yang dikenalnya. Hey, gadis itu, batinnya.

Ia membatalkan mengekor di barisan antrian di kasir. Langkahnya mendekati gadis yang dikenalnya di kampus tadi siang. Sialnya, si gadis tersebut memandangnya. Ia jadi kikuk untuk mendekat. Sebelum ia berniat berbalik arah, si gadis memanggilnya. Perasaan gugup menyertai langkahnya mau tidak mau mendekat.

“Cari buku juga?” pancing gadis itu dengan senyuman.

“I..iya, ini sudah dapat,” kata-katanya terbata.

“Makasih untuk tadi siang,” gadis itu masih mengingatkan soal kejadian tadi siang. Radja sebenarnya tidak menganggap itu hal yang luar biasa. Akan tetapi sepertinya gadis itu berkesan.

Menghadapi tingkah Radja yang tidak mudah mencair, gadis itu kemudian mengulurkan tangannyadan memperkenalkan diri.

“Cindy”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun