Mohon tunggu...
Amirsyah Oke
Amirsyah Oke Mohon Tunggu... Administrasi - Hobi Nulis

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memilih untuk Tidak Mencoba Narkoba

5 Maret 2019   14:18 Diperbarui: 5 Maret 2019   16:02 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masa remaja, saya berada di lingkungan yang relatif mudah untuk mendapatkan narkoba. Bahkan salah seorang teman (sebut saja Carlos) adalah pengguna narkoba sekaligus pengedarnya. Bau narkoba cukup familiar bagi saya, karena efek berdekatan apalagi saat berdiskusi dengan Carlos yang menggunakan narkoba.

Carlos berasal dari keluarga kaya, namun kurang perhatian dari orang tuanya. Hal ini dikatakan sendiri oleh yang bersangkutan ketika curhat. Salah pergaulan membuatnya menjadi pecandu narkoba dan akhirnya sekaligus menjadi penjual narkoba. Alasan Carlos menggunakan narkoba, agar dapat melupakan masalah atau kesulitan yang sedang dialaminya.

Sedangkan saya, berasal dari keluarga miskin. Untuk makan sehari-hari saja sangat kesusahan. Bisa makan sekali sehari saja cukup dengan nasi putih dan garam sudah merupakan nikmat tak terkira.

Interaksi saya dengan Carlos menjadi cukup sering. Berawal saat ulangan matematika, yang bersangkutan semeja dengan saya. Dan rupanya Carlos sedang dalam pengaruh narkoba. Hal ini saya sadari saat ia berbicara, karena bau narkoba begitu deras menghujam.

Meskipun  tetap sadar, namun bukanlah kesadaran yang normal. Jelas ia tidak bisa berpikir jernih untuk menyelesaikan soal-soal matematika. Akhirnya ia mencontek pekerjaan saya. Karena saya tidak ingin terjadi keributan yang dapat merugikan saya sendiri, saya biarkan saja ia mencontek. Saya pura-pura tidak tahu dan tetap fokus pada soal-soal ujian yang belum diselesaikan.

Setelah kejadian tersebut, Carlos merasa berutang budi. Walaupun respon saya biasa saja, namun Carlos merasa saya adalah teman dekatnya. Hingga pada suatu waktu, saat Carlos melihat sikap saya tidak seperti biasanya karena sedang ada masalah. Carlos menawarkan saya untuk mencoba menggunakan narkobanya. "Pokoknya kalau Lo mau, bilang aja ke Guwa. Gratis, gak perlu bayar. Karena Lo udah baik ama Guwa." Demikianlah Carlos menunjukkan simpatinya.

Untungnya saat itu, saya sudah tahu dan faham tentang bahaya narkoba. Berkat hobi membaca di Perpustakaan milik Pemerintah Daerah, saya banyak tahu tentang seluk beluk narkoba, dari sejarahnya, asal-usulnya, manfaat yang bisa didapatkan, hingga efek negatif yang sangat mengerikan jika disalahgunakan. Dengan mantap saya menolak tawaran narkoba gratis tersebut.

Apalagi saya sangat tahu diri karena berasal dari keluarga miskin. Meskipun awalnya mendapatkan narkoba gratis, namun lama kelamaan saya akan kecanduan lalu akhirnya merasa membutuhkan narkoba agar bisa (merasa) hidup bahagia. 

Bila sudah kecanduan, darimana saya mendapatkan uang untuk membeli narkoba? Tidak mungkin Carlos akan terus memberikan secara gratis.

Maka bisa jadi saya pun akan turut menjual narkoba demi bisa mendapatkan narkoba gratis sebagai imbalannya. Bisa jadi juga saya akan melakukan tindakan kriminal demi untuk mendapatkan narkoba. Dan kemungkinan besar, cepat atau lambat akan berhadapan dengan penegak hukum. 

Tentu saja pada akhirnya saya akan membuat susah keluarga sekaligus membuat malu mereka, khususnya orang tua yang sudah bersusah payah mati-matian mengusahakan agar saya tetap bisa sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun