Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Tentang Fiksi, Menantang Kata-kata

21 Oktober 2021   11:34 Diperbarui: 21 Oktober 2021   17:20 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan pembaca (Foto: Ichad Windhiagiri/Pexels)

Fiksi yang memiliki muatan imajinasi karenanya saya masukkan pada kelompok tulisan kreatif.

Dengan pemilahan tersebut maka membaca fiksi mestinya diimbangi juga dengan imajinasi dari pembacanya. Maka terhamparlah seberkas teks yang memisahkan antara pemilik teks (penulis) dengan pengguna teks (pembaca).

Sebagai pembaca, dari pemilahan di atas, apa yang saya dapatkan dari pembacaan sebuah cerita pendek?

Cerita pendek ternyata tidaklah pendek bercerita. Boleh saja kita membutuhkan waktu singkat atau durasi pendek untuk menelusuri kata demi kata, memperhatikan baris demi baris dan di ujung cerita mencoba menimbang hubungan judul, tokoh, alur, pilihan kata untuk menarik simpulan.

Entah karena masih pembaca pemula, dan tanpa latar belakang belaja sastra, justru tanda tanya lebih banyak muncul ketika sebuah cerita pendek tuntas saya baca. Tanda tanya muncul ketika kita mengaktifkan juga imajinasi saat dan sesudah membaca. 

Kalau penulis punya kemewahan untuk memilih topik, sudut pandang, alur, dan pilihan kata-tata kalimat, saya merasa juga punya kebebasan untuk memilih sudut pandang sendiri, menggunakan struktur pemahaman yang saya miliki dan melakukan verifikasi terhadap fakta empiris. Tentu saja fakta empiris yang saya maksud sebatas pada bacaan terhadap fenomena sosiologis yang ada.

Katakanlah saya membangun kecurigaan terhadap intensi penulis terhadap topik yang diceritakan. Tapi penulis tidak bisa sepenuhnya mengendalikan intensi teks yang timbul karena pilihan kata yang digunakannya sehingga tidak bisa juga saya disalahkan ketika menarik simpulan sendiri yang bisa jadi berbeda dengan niat penulis cerita.

Simpulan saya, sebut saja intensi pembaca, terbangun karena menyandingkan teks yang tersaji lewat tulisan dengan teks dalam bentuk ragam simbol komunikasi yang bertebaran di lingkungan sosial di mana saya menghirup udara keseharian. Dan intensi pembaca ini sepenuhnya dalam kekuasaan saya sebagai pembaca.

Banyak contoh yang bisa diajukan untuk membuktikan perbedaan intensi ini. Kata "anjing" misalnya dapat saja dimaksudkan sebagai semata-mata nama binatang peliharaan, namun pada kelompok tertentu kata "anjing" merupakan simbolisasi manusia yang tidak berperilaku semestinya.

Pada titik ini, saya kemudian menangkap garis yang membentang melebihi batas ruang media yang disediakan, batasan dari editor terkait maksimal jumlah kata misalnya, dan masuk ke ruang sosial.

Garis itu jauh lebih panjang dari batasan kata "pendek" pada klasifikasi cerita pendek. Dan juga batasan pendek panjang sebuah cerita apa sih?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun