Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Investasi dan Kesejahteraan, Rindu Dendam Berbalut Regulasi

24 Oktober 2020   20:20 Diperbarui: 25 Oktober 2020   10:15 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (freeimages.com/Ricardo Marques) 

Algoritma informasi melalui media sosial atau media berbasis teknologi informasi (internet) mendukung pengerasan posisi kelompok yang berseberangan dalam memandang suatu isu publik. Kecerdasan buatan yang menjadi salah satu dasar pengumpulan, pengolahan dan penyajian informasi dirancang untuk memahami keinginan pencari informasi.

Ini yang menjadi penjelasan ketika kita melakukan pencarian di mesin peramban dengan ciri tertentu, maka saat berkunjung berikutnya informasi dengan ciri serupa akan disajikan bahkan meski kita tidak sedang membutuhkannya. Contohnya kalau Anda pernah melakukan pencarian produk pupuk tanaman, maka kunjungan berikutnya informasi serupa akan lebih banyak ditampilkan. Kalau pada kunjungan awal Anda disajikan apa yang dibutuhkan, maka kesempatan berikutnya Anda akan disajikan apa yang "mungkin" dibutuhkan tentu dengan titipan pesan sponsor.

Singkatnya informasi yang akan Anda dapatkan tergantung apa yang Anda cari. Apa yang Anda cari tentu apa yang akan menyenangkan pikiran dan perasaan atau memenuhi kebutuhan. 

Ketika pakem ini yang terjadi, kembali ke tema awal tulisan ini, pendukung kelompok kedua akan dibanjiri informasi yang mendukung pendapatnya untuk menolak. Demikian pula kelompok pertama akan semakin kaya data dan informasi untuk menguatkan posisi pendapatnya ikhwal manfaat UU ini.

Pada kontek UU Cipta Kerja, pola di atas sadar atau tidak membawa ketegangan pada kedua belah pihak. Penolak menyajikan argumentasi yang mendukung sikap penolakannya. Pendukung akan semakin kuat menekankan agar UU segera dieksekusi dan tidak boleh ada penolakan.

Kelompok pertama memandang sikap kelompok kedua sebagai keonaran, pembangkangan dan atribut berbau diksi pelanggaran hukum lainnya. Kelompok kedua sebaliknya semakin memandang kelompok pertama sebagai pendukung oligarki, tidak demokratis dan mengabaikan prinsip akuntabilitas.

Apa yang harus dilakukan?

Sebelum mencoba menjawab hal tersebut, mari coba melihat data.

Data yang dibutuhkan untuk mendukung investasi tentu gambaran seputar mudah tidaknya melakukan investasi. 

Merujuk kepada Doing Business 2020 yang diterbitkan World Bank, kita menemukan bahwa peringkat kemudahan berusaha di Indonesia berada di posisi 73, di bawah Malaysia 12, Thailand 21, Brunei 66 dan Vietnam 70. Jangan sebut Singapura yang berada di peringkat 2 dunia di bawah Selandia Baru.

Apa artinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun