Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sesat Nalar, Sesat Bertindak

7 Juli 2020   14:32 Diperbarui: 7 Juli 2020   15:58 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Photo by Miguel . Padrin from Pexels)

Dengan kapasitas penyimpanan yang luar biasa tersebut, masalah atau tantangan manusia sebenarnya adalah pada cara mengelola memori. Apakah memori yang tersimpan dapat digunakan untuk belajar menghadapi situasi dan tantangan baru? 

Disrupsi dapat dimaknai sebagai tantangan dan akumulasi memori dapat digunakan sebagai bekal untuk memilih dan memilah respon terhadap tantangan tersebut. 

Proses ini berlangsung dalam sebuah aktifitas yang kemudian menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lain. Proses tersebut adalah berfikir yang secara teknis dapat disebut sebagai penalaran.

Sejumlah memori yang dianggap relevan dengan situasi akan diaktifkan dari penyimpanan untuk digunakan melalu serangkaian metode tertentu, yang sering tidak kita sadari keberlangsungannya, sehingga sampai pada suatu simpulan yang akan menentukan keputusan akhir. Memetik bunga mawar dengan pemahaman tertentu dan kesadaran akan kemungkinan tertusuk duri merupakan hasil dari proses tersebut.

Kemampuan inilah yang memungkinkan spesies manusia masih mampu bertahan sampai hari ini meski secara fisik bukanlah makhluk terkuat di muka planet ini. Ketika berbicara tentang pewarisan antar generasi maka akumulasi memori kolektif dan individu dari generasi pendahulu yang diolah dengan kemampuan berlogika atau bernalar yang utuh merupakan jaminan bahwa eksistensi manusia masih akan terus berlangsung di masa depan.

Pendidikan merupakan arena tempat kemampuan tersebut diasah. Warisan dari generasi pendahulu memperkaya memori sebagai salah satu bahan baku pembentuk pengetahuan. 

Bahan baku lain yang muncul dari tantangan lingkungan hanya akan bisa diakumulasi dan bersama dengan tabungan memori digabungkan dalam formulasi yang runut. Pendidikan dalam konteks ini tidak dimaknai sebatas persekolahan namun pendidikan yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat.

Fenomena hoaks, menyebarnya rasa kebencian antar kelompok ataupun klaim eksklusifitas kelompok tertentu di atas kelompok yang lain nyatanya sering dibumbui dan diperparah oleh hujan ungkapan dan banjir wacana di ruang publik yang barangkali karena kurang optimalnya menggali memori membuat banyak orang yang tertusuk duri dari pohon mawar. Alih-alih mendapat harum semerbak bunga mawar, yang timbul justru darah dari tubuh yang tertusuk durinya.

Sulit dipungkiri bahwa persekolahan kita selama ini tidak cukup optimal mengasah kemampuan berlogika peserta didik. Persekolahan juga tidak cukup optimal memberi ruang peserta didik berlatih mengutarakan pikiran secara runut. Persekolahan bahkan tidak menyukai apabila ada peserta didik yang berdebat. 

Konotasi debat selalu mengarah kepada kegaduhan yang mengganggu suasana belajar. Belajar dipandang hanya bisa berlangsung dalam suasana hening, padahal dalam dunia nyata keheningan semacam itu merupakan hal yang langka.

Padahal seberapa jauh sih pendidik bisa mengendalikan pikiran anak-anak dalam suasana hening? Adolf Hitler siapa yang tidak kenal? Hitler kecil justru merupakan gambaran sempurna seorang murid yang santun dalam kelas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun