Mohon tunggu...
Aminuddin Malewa
Aminuddin Malewa Mohon Tunggu... Freelancer - Penjelajah narası

Penikmat narasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembalinya Pancasila Kami

30 Mei 2020   21:03 Diperbarui: 1 Juni 2020   08:59 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merangkai Pancasila (https://www.flickr.com/photos/nseika)

Pada gambar lambang negara, Pancasila diletakkan di dada Burung Garuda dalam bingkai perisai. Mungkin tidak ada dalam penjelasan resmi, namun saya menafsirkan bahwa Pancasila dalam bingkai perisai dimaksudkan atau dapat dimaknai bahwa kokohnya Pancasila di dada akan menjadi pelindung bagi kita semua sebagai bangsa. 

Perisai di dada artinya pelindung terhadap kemungkinan adanya serangan terhadap jantung. Kurang apa lagi pendiri negara memberi kita bekal untuk hidup berbangsa dan bernegara?

Secara tersurat dan tersirat pun pesan dan warisan tersebut sudah disediakan, tinggal kita apakah hendak memanfaatkannya atau memilih tidak menggunakannya karena alasan pragmatis.

Pertanyaan ini rasanya layak diajukan saat kita mengenang kembali hari ketika Pancasila dilahirkan di bumi Indonesia. Hari ini, 1 Juni, adalah hari introspeksi apakah keberadaan Pancasila masih memberi arti sebagai saripati perekat ikatan sosial kita semua sebagai bangsa.

Di tanggal 1 Juni pada tahun pandemi ini sosok Pancasila hadir ketika bangsa dan negara tengah berjuang melawan serbuan virus. Kedatangan Pancasila sungguhkah kita membutuhkannya atau justru karena Pancasila gerah dengan cara kita bertarung melawan pandemi?

Coba kita memandang Pancasila dalam urutan sila-silanya sebagai tahapan menuju sebuah cita-cita. Bermula dari Sila Pertama yang menyiratkan dimensi kesemestaan sebagai suatu kesatuan ciptaan Yang Maha Kuasa. Manusia, makhluk hidup dan alam merupakan sistem besar yang saling membutuhkan yang pada ujungnya pertanggungjawaban akan dibawa ke Sang Pencipta kembali.

Sila Kedua yang menekankan aspek kemanusiaan sebagai unsur intrinsik, yang kemudian dasar implementasinya direkatkan dalam satu kesatuan struktur sosial bernama Indonesia, lalu diterjemahkan dalam semangat demokrasi berbasis nilai kearifan lokal dan sebagai puncak cita-citanya pada Sila Kelima yang membawa pesan keadilan, keadilan dalam tatanan sosial.

Khusus kata "keadilan", kata dasar "adil"-nya muncul dalam rumusan Pancasila pada dua sila yaitu Sila Kedua dan Sila Kelima. Nah dari rangkaian dan relasi pesan antar sila-sila yang ada itulah citra yang membentuk perisai dalam lambang negara kita.

Bagaimana melihat situasi pandemi dalam bingkai penafsiran ini?

Tak bisa dipungkiri bahwa tatanan sosial yang berkeadilan dan mampu menjangkau seluruh rakyat itu yang menjadi obor penerang, mercu suar penjelas arah dan kompas penentu titik tujuan. Sebagai cita-cita kolektif, tujuan keadilan dalam perspektif eksistensi bangsa semestinya menjangkau jauh ke depan, melintasi generasi demi generasi dan mengarungi aneka macam tantangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun