Mohon tunggu...
Amini Farida
Amini Farida Mohon Tunggu... Guru - Kepala SMP Negeri 10 Kota Madiun

Eyang yang suka menulis berniat semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Butir Pancasila dalam Kehidupan

1 Juni 2021   21:17 Diperbarui: 1 Juni 2021   21:20 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tadi pagi setelah acara olah raga jalan santai,rasanya perlu merencanakan  keperluan sarapan.Kebetulan di ujung jalan  di depan rumah ibu Agung yang dikenal dermawan itu (sering memberi takjil gratis kepada siapapun yang lewat).Hari selain puasa ramadhan depan rumah digunakan berjualan  nasi,bù Ali namanya.

Setiap aku lewat ,selalu ada saja yang mengantri pada hari kerja  kadang 5-10 orang,pagi ini hari libur nasional Hari Kelahiran Pancasila yang mengantri berderet-deret ada beberapa sambil ngezoom upacara virtual.Biasanya pembeli hanya sekitar komplek perumahan sini saja,panjangnya antrian ini justru memunculkan ketertarikanku untuk ikut ngantri,penasaran berarti makanannya pasti makin enak.

Waoo ternyata memang makin beraneka sayuran dan lalapan komplit,tempe goreng,kering tempe,sayur tempe lombok hijau,telur dadar,telur bacem dll.Semuanya menebar bau yang sedap menyapa hidung,meski tertutup masker.

Bu Ali ini bukan penduduk komplek sini ,tetapi tetangga desa,mungkin dulu perumahan ini belum ada penjual,beliaulah yang mengawalinya.Bu Ali yang lebih pantas dipanggil nenek memang type pekerja keras,melayani pembeli dari pagi terus menerus tak nampak lelah.

Sejak aku boyong sekitar 30 tahun yang lalu,bu Ali sudah berjualan disitu.Sekitar  pukul 05.00 pagi  bu Ali bersepeda membonceng  dagangan ,dengan sigap, siap menata dagangan.Bayangkan saja pukul berapa ,beliau memasak bisa jadi pukul 02.00 malam,kita masih tidur nyenyak.Hal ini tentu menambah syukur kita masih bisa menikmati tidur malam hingga shubuh.

Kini karena usianya yang sudah kepala 7,kekuatan bu Ali menurun,untuk mengangkut dagangan  mulai dibantu tetangganya  dengan becak.Pak becak ini juga rajin,lokasi selalu disapu,dibersihkan apa-apa yang digunakan berjualan kemudian menata meja hingga dagangan siap digelar.

Bu Ali masih mampu berangkat dari rumah  bersepeda menuju lokasi jualan.Sementara para pembeli sudah mulai mengitari dagangan,bu Ali baru datang.Beliau cuci tangan memakai masker dan siap melayani pembeli.

"Siapa ya yang paling awal datang",sapa buvAli,tentu pakai bahasa Jawa.

Disinilah mulai para pembeli tidak jujur,ibu A dengan lantangnya angkat tangan.Mereka saling berebut meskipun dengan diam,menggerutu,saling berbisik bahwa ibu-ibu itu lebih duluan ngantri. Bu Ali yang ramah mampu melayani dengan baik,pura-pura tidak mendengar keresahan pelanggannya.

Tahulah karakter pelanggan,siapa yang sabar menanti,siapa yang suka buru-buru dan sering nyerobot tentunya.

Bu Ali tidak pernah ,mengomentari,benar-benar mampu disimpannya sendiri.Aku yang melihat ekspresi  mereka,hanya mengamati betapa kedewasaan itu tidak bisa diukur dengan umur. Andai membiasakan  sedikit tenggang rasa ,pasti akan lebih nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun