Untuk kesekian kalinya Indonesia menggelar kontestasi demokrasi 5 tahunannya, tak terkecuali pada tahun pemilu di 2019. Pilpres kali ini melibatkan 2 pasangan calon, membuat persaingan terasa menjadi lebih sengit. Dengan kondisi geografis wilayah Indonesia yang luas serta jumlah penduduk yang banyak, maka dapat dipastikan pasangan calon membutuhkan sebuah cara untuk meyakinkan para masyarakat untuk memilihnya. Dan tentunya juga membutuhkan dana kampanye yang tidak sedikit, sehingga para pasangan calon ini pastinya membutuhkan asupan dana.
Fakta diatas membuat masing-masing calon membutuhkan peran konglomerat untuk menyuntikkan dana kampanye. Konglomerat sendiri merupakan seseorang yang memiliki harta kekayaan melimpah yang biasanya memimpin sebuah perusahaan berpengaruh. Namun, dibalik itu semua terdapat syarat khusus untuk mendanai kampanye tersebut.Â
Syaratnya yaitu jika salah satu pasangan calon memenangkan pemilu tersebut, maka usaha dan jalan bagi investor tersebut harus berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, pernyataan tersebut dapat diartikan sebagai oligarki. Persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini seperti legalnya tambang batubara, UU omnibus law, dan lain-lain adalah hasil dari timbal balik yang dilakukan oleh presiden terpilih untuk para konglomerat atau pengusaha yang telah mendukungnya menjadi calon presiden.
Tidak Ada Makan Siang yang Gratis
Tentunya untuk mengetahui bagaimana masing-masing pasangan calon mendapatkan dukungan kampanye, tidak hanya dukungan suara, melainkan dukungan dana yang begitu besar dari investor atau pengusaha yang menginginkan balas budi. Tentunya hal tersebut tidak didapatkan secara gratis, melainkan terdapat syarat khusus agar suntikan dana dapat berjalan lancar sebagai dana kampanye pemilu 2019.
Dibutuhkan Transparansi Dana
Lantas bagaimana solusi yang harus diambil? Sebagai masyarakat, kita berhak untuk mengetahui dan meminta transparasi dana kepada para pejabat untuk membuka laporan keuangan dan aliran sumber dana agar tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat, salah satunya dengan pelaporan harta kekayaan melalui LHKPN di KPK. Â Selain itu, tim sukses dari kedua calon hendaknya mengedapankan untuk mengambil dana kampanye dari dana pribadi atau bahkan dari sumbangan rakyat serta menghindari penggunaan dana kampanye dari pihak yang menginginkan keuntungan bagi diri sendiri sebagai bukti keberpihakan pada rakyat.
Perspektif terkait Permasalahan ini
Bagi pihak-pihak yang mendukung pendapat kami, adanya bantuan dana dari konglomerat/pengusaha bagi calon presiden dan wakil presiden merupakan hal yang wajar karena para calon membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menyalonkan diri.Â
Namun, hal ini harus diiringi dengan transparansi dan tanggung jawab serta jangan sampai ada hal-hal tidak wajar seperti membentuk politik oligarki dan penyalahgunaan wewenang. Sudah banyak contoh kasus yang terjadi, dimana pemimpin akan lebih mengutamakan kepentingan pihak yang membantunya saat proses pemilihan. Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan komitmennya untuk selalu pro kepada rakyat.
Pandangan berbeda diutarakan oleh pihak-pihak yang tidak mendukung pendapat kami. Mereka sangat mewajarkan adanya sokongan dana yang dilakukan oleh para konglomerat untuk menyukseskan pemilihan tersebut yang diikuti dengan mewajarkan praktek politik oligarki yang terjadi di Indonesia.Â