Mohon tunggu...
Amien Laely
Amien Laely Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai informasi terkini, kesehatan, karya sendiri, religiusitas, Indonesia, sejarah, tanaman, dll

menulis itu merangkai abjad dan tanda baca, mencipta karya seni, menuangkan gagasan, mendokumentasikan, mengarahkan dan merubah, bahkan amanah serta pertanggungjawaban

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Tuan dan Kucingnya

4 Agustus 2019   08:29 Diperbarui: 4 Agustus 2019   08:35 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seekor kucing ditanya tuannya, maukah dia dijadikan harimau. Agar menjadi lebih besar, lebih gagah, dan lebih hebat. Tak akan ada lagi yang merendahkannya. Semua akan hormat padanya. Tak berani main-main meremehkannya.

Barangkali dengan menjadi harimau, dia tak hanya menemani, namun bisa melindungi. Tuannya akan lebih aman. Lebih terpandang. Lebih diperhitungkan.

Hanya ada waktu setengah malam. Tepat di hari ulang tahun kelima, si kucing mengabdi pada tuannya. Jika tengah malam belum juga mengiyakan, dia kan jadi kucing selamanya.

Namun dia tak boleh langsung memberi jawaban. Jam setengah duabelas malam, hingga hari berganti, jawaban boleh diucapkan.

Sudah dua jam si kucing menimbang-nimbang. Tetap menjadi kucing, atau berubah jadi macan. Berbinar matanya membayangkan. Betapa sudah bertahun-tahun berandai-andai, menjadi harimau. Agar bisa memberi yang lebih baik dan terbaik pada sang tuan.

Kucing terperanjat kaget bukan kepalang. Tatkala melihat jarum jam. Sepuluh menit lagi jam nol-nol, batas waktu untuk mengucapkan. Agar bisa jadi macan. Berlarilah dia sekencang yang bisa dilakukan. Menuju sang tuan.

Tuannya tersenyum melihat kucing terengah-engah menemuinya. Apa kau sudah siap, tanya tuannya. Saya sangat siap, jawab kucing. Saya akan melayani tuan lebih dari sebelumnya. Berjanji kan menemani tuannya sepenuh hidup dan matinya.

Jadikan saya tetap sebagai kucing. Agar kecintaan tuan pada saya makin runcing. Agar cinta saya pada tuan tak bergeming.

Kenapa begitu? Kenapa tak kau pilih jadi harimau saja? Kau bisa lebih baik menemaniku, kata tuannya penuh tanya.

Tidak tuan, cukuplah saya jadi kucing. Itu yang terbaik. Menjadi harimau hanya kan menjadikan saya garang. Menjadi harimau kan membuat saya lupa daratan. Saya takut tak bisa menahan diri, lalu tak peduli siapapun saya terkam.  Saya tak mau merobek-robek tubuh tuan.

Takdir menjadi kucing adalah terbaik yang saya rasakan. Merasakan ketulusan tuan melimpahkan cinta dan sayang. Pada seekor kucing saya seorang. Yang sebelumnya tak pernah dipandang. Yang dulu dibuang dan disia-siakan orang-orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun