Mohon tunggu...
Amilatur Rohma
Amilatur Rohma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Physics Student | Content Writer | Social Media Enthusiast

A Marketer who enthusiasting on writing. Menulis untuk menyampiakan hal yang tak mampu diucapkan oleh lisan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Egois atau Protektif?

27 Oktober 2022   16:38 Diperbarui: 27 Oktober 2022   16:40 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Garis ego dan protektif begitu tipis, hingga aku tak tahu dimana keputusanku berada".
~Aquiella~

Sebaris kalimat diatas ku tandai dari sebuah novel fiksi thriller yang kubaca. Entah kenapa saat membaca ini, aku berhenti sejenak dan berpikir, merasa kalimat inilah salah satu penggambaran tersirat dari diriku.

Dulu... aku selalu bingung, ketika orang bilang aku terlalu pelit dan benci ketika orang lain bahkan keluargaku sendiri 'menyentuh' barangku, apapun atas kepemilikanku. Sebagai tambahan, hal sekecil apapun. Padahal sebenarnya dalam versiku aku tidak bersikap seperti itu.

Egoku besar dan aku cukup keras kepala terhadap logika namun lunak dengan perasaan dan realita. Antara garis ego dan protektif inilah yang sering juga membuatku sulit mengambil keputusan.   Tapi selalu ada rasa melindungi dan membiarkan milikku tetap baik dalam jangkauanku.

"Berarti dirimu krisis kepercayaan?"
Mungkin iya.  
Mungkin juga tidak.  

Kadang-kadang aku menyadarinya. Sulit untuk percaya pada orang lain, terutama jika orang tersebut pernah mengecewakanmu. Lalu apakah ini sikap egois atau protektif? Seolah garis pembeda keduanya terasa kabur. Yang aku tau selama itu tidak merugikan orang di sekitarku dan tentunya diriku sendiri, aku pikir itu sesuatu yang wajar.  

Menulis ini, bukan berarti aku menggambarkan diriku sebagai seorang yang aneh dan buruk, tapi percayalah didalam jiwamu pun memiliki keresahan semacam itu kan?   Semua orang itu bisa berubah atas berbagai alasan dan kejadian.  Ada orang yang berubah menjadi baik dan dewasa karena mengalami kejadian emosional, bahkan sebaliknya yang berubah lebih buruk pun ada.  Ada yang berubah karena seseorang yang ia sayangi begitupun ada pula berubah disebabkan orang yang ia benci.

Aku setuju kalau sisi dewasa seseorang terbentuk ketika ia ditimpa sebuah ujian berulang, dengan syarat orang tersebut memaknai sesuatu dengan positif, bukan malah sebaliknya.   Kalau begitu saya sudah dewasa?  Wah...rasanya belum, hanya saja saya mencoba memaknai sesuatu dengan berbeda sekarang. Orang terdekatku mengakui aku begitu. Bahkan rasanya sungguh menyenangkan bagaikan ada ribuan kupu-kupu terbang dalam perutmu ketika ibumu begitu bahagia hingga tak dapat marah walaupun mengetahui dan melihatmu berbuat salah. Aaahh.. Membuat rindu saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun