Oleh Amidi
Beberapa hari lalu, Presiden menginstruksikan agar  Kementerian/Lembaga melakukan penghematan anggaran (efisiensi).  Tidak lama kemudian, Instruksi Presiden mulai dieksekusi oleh para Kementrian/Lembaga.
Kementerian/Lembaga  mulai menghitung ulang pengeluaran agar anggaran yang di hemat sesuai dengan target yang ditentukan pemerintah yaitu sebesar Rp. 306,6 triliun.
Misalnya KPK memangkas anggaran perjalanan dinas dan kantor. Begitu juga dengan  Kementerian Pendidikan Tinggi dan Teknologi, mereka akan menyisir  anggaran tahun 2025 dan melakukan rasionalisasi, khususnya untuk dukungan manajemen, seperti  rapat, kepanitiaan, kunjungan dan seminar. (Kompas.com, 29 Januari 2025)
Semua Kena Imbas ?
Langkah efisiensi yang dilakukan Presiden tersebut, sepertinya menyeluruh, semua Kementerian/Lembaga akan terkena imbasnya, mungkin nanti termasuk pos anggaran di daerah yang akan di danai oleh pusat.
Tak terkeculai, lembaga pendidikan dan penelitian pun akan terkena imbas dari efisiensi tersebut.  Tempo.co, 7 Pebruari 2025, memberitakan bahwa pemangkasan anggaran  Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar Rp 8 triliun.
Istitusi penelitian, seperti BRIN pun ikut terkena imbas  atas adanya efisiensi anggaran tersebut. Dalam menghadapi efisiensi anggaran tersebut, peneliti BRIN terkini akan kehilangan gaji ke 13 dan 14 (Tempo.co, 13 Februari 2025)
Kemudian CNNIndonesia.com,  4 Pebruari 2025, memberitakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun membatalkan program beasiswa Kementeriaan Keuangan atau  Ministerial Scholarship 2025. Pembatalan dilakukan untuk menindak lanjuti Instruksi Presiden  No 1 Tahun 2025 tentang efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN  dan APBD tahun anggaran 2025.
Â
Perkembangan Terbaru!Â
Dalam perjalanannya, langkah  efisiensi anggaran yang sudah dilakukan, mulai dikaji ulang, sehingga tidak heran jika akhir-akhir ini ada Kementerian/Lembaga yang sudah disepakati pemangkasan anggaran akan dikembalikan lagi, di perkecil atau dibatalkan sama sekali.
CNNIndonesia.com, 13 Pebruari 2025, mensitir setidaknya ada beberapa Kementerian yang pemangkasan anggarannya dikurangi. Ketua Komisi V DPR Lasarus menyebut anggaran Kementerian PU batal dipotong Rp. 81 triliun. Efisiensinya menurun, sehingga pagu  akhir, pagu indikatif dari  Kementerian PU sebesar Rp. 50.483.116.613.000,- Hal serupa juga terjadi di beberapa Kementerian mitra Komisi V DPR, Kementerian Perhubungan mendapatkan anggaran Rp. 17, 73 triliun dari semula Rp. 13.58  triliun. Kemeterian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) menerima Rp. 3,46 triliun dari sebelumnya Rp. 1,6 triliun. Kementerian Desa  dan Pembangunan Daerah Tertinggal menjadi Rp. 1.47 triliun dari Rp. 1,16 triliun. Kementerian Transmigrasi mendapatkan  Rp. 83,5 miliar dari semula Rp.  75.02 miliar. Anggaran Basarnas Rp. 1.09 triliun dari Rp. 1.01 triliun dan BMKG mendapatkan Rp. 1.78 triliun dari semula Rp. 1,4 triliun.
Bila dicermati, adanya pemotongan dari efisiensi, berarti langkah  efisiensi anggaran yang diintruksikan Presiden,  bukanlah "harga mati", masih bisa dilakukan "negosiasi", pengurangan atau pembatalan.
Artinya, dengan berbagai pertimbangan yang ada,  dan berbagai kepentingan yang mengikutinya, maka efisiensi anggaran bisa saja  ditiadakan.
Mengapa efisiensi anggaran pendidikan dan peneltian tersebut tidak dikurangi atau tidak batalkan juga?. Pertanyaan sederhana ini mewakili "aspirasi insan pendidikan/akademis" yang ada di negeri ini terlebih bagi pengelola pendidikan itu sendiri. Sampai dengan tulisan ini dibuat, belum ada informasi pembatalan pemotongan anggaran pendidikan dan penelitian.
Bila disimak, insan akademik  yang terlibat langsung dalam pengelolaan pendidikan sebagian besar "akan menerima saja" langkah  yang sudah dilakukan oleh pemerintah, jika anggaran mereka dipangkas, ya, akan diterima saja. Namun, bagi pihak yang menggunakan  atau yang mengkonumsi jasa pendidikan "akan menolak"  jika anggaran pendidikan ini akan dikurangi atau dipangkas.
Adanya pemangkasan anggaran  Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Rp 8 triliun tersebut diprotes keras oleh organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan.