Oleh Amidi
Saya sudah mempersiapkan sekaligus tiga (3) tulisan masalah "perparkiran" ini yakni; pertama "Aspek Ekonomi Perparkiran: Memburu Rupiah Di Ruang Publik", kedua "Aspek Ekonomi Perparkiran: Jasa Parkir Di Area Bisnis Membebani Konsumen" dan ini yang ke tiga-nya. Namun untuk mempublis-nya saya lakukan bertahap tidak sekaligus, agar para pembaca blog Kompasiana.com tidak jenuh dan memberi nuansa berbeda.
Saya mencermati bahwa masalah perparkiran ini sepertinya memerlukan penanganan yang serius, karena bila tidak, akan menimbulkan permasalahan baru lagi dalam belantika dunia bisnis dan atau ekonomi, termasuk masalah sosial yang mengikutinya.
Betapa tidak? Karena jumlah kendaraan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan seiring dengan peningkatan kesejahteraan untuk kalangan tertentu, sementara jalan dan area parkir yang tersedia terbatas.
Apakah Ini Tanda Sejahtera?
Bila disimak, semakin bertambahnya jumlah kendaraan di negeri ini dan atau di daerah ini, tidak semata-mata karena pemilik kendaraan sudah tergolong sejahtera sejati. Namun, masih ada sebagian pemilik kendaraan tersebut yang belum sejahtera era atau istilah saya sejahtera semu.
Dikatakan sejahtera semu, karena mereka membeli atau memiliki kendaraan tersebut dengan cara kredit. Berdasarkan data yang ada, 70- 80 persen orang Indonesia membeli kendaraan dengan cara kredit. (lihat detik.com 9 Agustus 2022)
Kendaraan yang mereka beli tidak hanya untuk kepentingan pribadi yang digunakan sebagai transformasi pergi bekerja atau keperluan mobilitas lainnya, namun kebanyakan juga mereka gunakan untuk bisnis (taxi) dan media transportasi untuk mencari uang.
Dengan keperluan inilah, sehingga mereka terkadang terpaksa harus membeli atau memiliki kendaraan tersebut. Sehingga, tidak jarang kendaraan tersebut dijadikan mereka bagian dari kebutuhan yang tergolong mendasar.
Untuk itu pula, tidak heran, kalau kalau kita membeli secara kredit harus berjuang setiap bulan untuk mencukupi jumlah cicilan yang harus dibayar, bahkan terkadang kita harus menggeser kebutuhan yang lebih mendesak karena untuk mencukupi jumlah cicilan yang harus kita lakukan setiap bulan tersebut.