Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Dilema Menjadi Pedagang Kaki Lima

13 November 2024   07:22 Diperbarui: 13 November 2024   15:16 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pedagang kaki lima mi bakso sedang menarik gerobaknya | KOMPAS/AGUS SUSANTO


Menjadi pelaku bisnis skala kecil dan atau pedagang kali lima (K-5), terkadang bukan merupakan pilihan, tetapi terkadang karena ada unsur keterpaksaan. Bila disimak latar belakang pendidikan pedagang K-5 tersebut "lumayan" bahkan ada yang berlatar belakang tamatan perguruan tinggi.

Mengapa mereka melakukannya dilatari unsur keterpaksaan? Jawabnya beragam, antara lain karena ada ada sinyalemen di kalangan mereka, "mencari kerja sulit", sudah ke sana ke mari,  pekerjaan yang dicari atau yang diinginkan tidak kunjugng tiba, apalagi jika mereka tidak mempunyai koneksi, tidak mempunyai referensi, tidak mempunyai "orang dalam" (meminjam istilah yang berkembang).

Namun, ada juga dari kalangan mereka yang memang sengaja melakoninya, sengaja berdagang atau menjadi padagang K-5 tersebut, karena mereka ingin memperoleh pendapatan atau karena mereka melakukannya dalam rangka memperoleh penghasilannya untuk menafkahi anggota keluarganya.

Melakoni kegiatan bisnis menjadi pedagang K-5 ini memang mudah dilakukan, berdagang  yang merupakan unit bisnis informal ini muda untuk dimasuki dan mudah pula untuk keluar pasar (free entry and free exit), sehingga siapa saja yang akan melakoninya, dengan mudah mereka bisa melakukannya.

Kini kehadiran pedagang K-5 ini dan atau kegiatan bisnis di sektor informal ini makin hari kian marak, kian bertambah dan makin banyak. Berdasarkan data Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) menyebutkan, saat ini ada 22,9 juta orang yang tersebar di seluruh penjuru negeri ini (kanal.umsida.ac.id)

Di Sumatera Selatan khususnya di Kota Palembang, saat ini, setiap sudut kota, setiap arena yang ada kegiatan publik, setiap ruang-ruang kosong yang ada di tepian jalan sudah dipenuhi oleh pedagang K-5.  

Sebut saja, salah satu kawasan dekat kawasan pemukiman saya yang terdapat beberapa unit institusi (Perguruan Tinggi, Rumah Sakit, dan Sekolah), hampir sepanjang jalan sekitar kawasan tersebut berderet pedagang K-5.

Belum lagi tempat dan atau lokasi lain yang ada, terlebih di sekitar pasar atau di arena pasar, para pedagang K-5 ini menggelar barang dagangannnya di depan atau  di emperan toko-toko yang ada. Belum lagi pedagang K-5 yang "mobile" atau keliling di sekitar arena atau kawasan yang memungkinkan menjadi tempat orang atau calon konsumen berkumpul.

Ekses Kehadiran Mereka.

Dengan semakin banyaknya jumlah pedagang K-5, dengan semakin bebasnya mereka menggelar barang dagangannya, dengan semakin beragamnya barang yang mereka perdagangkan, maka tak ayal lagi akan memberi imbas pada lingkungan sekitar.

Jika mereka menggunakan bibir jalan, maka akan terjadi penyempitan jalan yang akan menyebabkan "kemacetan". Jika mreka menggunakan area sudut-sudut kota, maka akan mengganggu "keindahan kota". Jika mereka menggunakan space-space yang ada di kawasan perkampungan, maka akan mengganggu jalan keluar masuk kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun