Lato-lato suatu media permainan jadul yang sudah tidak asing lagi bagi anak-anak negeri ini yang lahir tahun 60 an.Â
Pada saat saya duduk dibangku Sekolah Dasar (SD) disuatu desa di negeri ini tahun 70-an lato-lato tersebut saya kenal dengan sebutan, "Yuk-Yuk-an" atau "Yo Yo".
Kini permainan jadul tersebut kembali menjadi "heboh" dan mulai marak mewarnai belantika permainan anak-anak dinegeri ini, konon lantaran dipublis pada media sosial, sehingga permainan lato-lato tersebut sampai menjadi viral.
Walaupun ia tergolong permainan jadul, kini ia disukai banyak kalangan di negeri ini, mulai dari anak-anak, dewasa, orang tua, hingga kakek-nenek dan mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas, bahkan menurut informasi termasuk Ridwan Kamil Gubernur Jawa barat dan Presiden Jokowidodo pun gandrung dengan permainan yang satu ini.
Tidak heran, kalau permaianan yang satu ini menyita perhatian semua kalangan, termasuk kawan-kawan media massa dan termasuklah kawan-kawan penulis.Â
Muncul berbagai gasasan, muncul berbagai pemikiran, muncul berbagai kajian, muncul berbagai analisis. Kali ini saya akan mencoba untuk melihat permainan yang satu ini dari sisi dunia usaha, khususnya dari sisi kompetisi (persaingan).
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari permainan lato-lato, hanya dua buah bola keras yang diikat dengan dua tali kemudian disatukan.Â
Untuk memainkannya pun cukup dengan menggoyangkan dua bolah tersebut sehingga berbenturan dan mengeluarkan suara "tok-tok".Â
Semakin cepat bergerak, makin tidak beraturan bola tersebut. Dalam hal ini, sehingga muncul istilah "master lato-lato" yakni seorang yang mampu membenturkan kedua bola secara tepat dengan kecepatan dan berbagai macam atraksi.
Dengan viralnya permainan lato-lato tersebut, sehingga pengungkapan sejarahnya pun menjadi simpang siur.Â