Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... Dosen - bidang Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan.Bisnis Universitas Muhamadiyah Palembang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BBM Non Subsidi Turun, Bagaimana Reaksi Pasar?

5 Januari 2023   06:58 Diperbarui: 5 Januari 2023   07:10 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kontan.co.id, 01 Juli 2022, mensinyalir bahwa Corporate Secretary Pertamina Niaga Irto Ginting mengatakan  sebanyak 60 persen masyarakat mampu atau yang masuk dalam  golongan kaya tersebut mengkonsumsi hampir 80 persen dari total konsumsi BBM subsidi. Sedangkan 40 persen masyarakat rentan dan miskin hanya mengkonsumsi  20 persen dari total BBM subsidi tersebut.

ReksiPasar.

Bila disimak dilapangan, dengan adanya penurunan BBM non subsidi tersebut, sepertinya pasar beraksi biasa -- biasa saja, tidak menunjukkan antusias untuk membeli/meminta BBM non subsidi tersebut. Kondisi ini bisa dimaklumi, karena penurunan harga BBM non subsidi tersebut masih menunjukkan spreed atau selisih harga BBM non subsidi dengan BBM subsidi masih signifikan, masih terbilang besar, masih berkisar Rp. 2.000,- an per liter.

 

Kondisi ini tidak berlebihan kalau saya katakan masih mendorong masyarakat yang tergolong mampu, akan tetap membeli BBM subsidi. Betapa tidak, secara kasat mata saja bisa kita saksikan sendiri pemandangan di SPBU -- SPBU dinegeri ini mobil yang antri membeli BBM subsidi adalah masyarakat yang kebanyakan memiliki mobil yang tergolong mewah. Mereka sanggup antrian berjam-jam demi memperoleh/membeli BBM subsidi tersebut. Inilah fakta dilapangan.

Sepertinya apa yang disinyalir oleh pihak pertamina 60 persen masyarakat tergolong kaya tersebut, 80 persennya membeli BBM subsidi secara kasat mata pun sudah terbukti. Apa mau dikata, suatu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri. Mengapa demikian?. Untuk menjawabnya saya meminjam lirik lagu Ebit G. Age,  tanya saja pada "rumput yang bergoyang"

Dengan demikian,  wajar kalau saat ini adanya  penurunan harga BBM non subsidi tersebut, tidak mengurangi antrian atau tetap terjadi antrian panjang di SPBU -- SPBU dinegeri ini, seperti di Sumatera Selatan sendiri, setiap SPBU -- SPBU masih diserbu masyarakat dalam rangka membeli BBM subsdi tersebut. Padahal dengan antian panjang tersebut tidak kecil opportunity cost yang timbul, tidak kecil kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat yang antri berlama-lama di SPBU demi memperoleh/membeli BBM subsidi tersebut. (lihat konten Amidi pada Kompasiana sebelumnya)

Selanjutnya bila kita telusuri di pasar -- pasar yang ada, dengan adanya  penurunan harga BBM non subsidi tersebut, belum berdampak bahkan diperkirakan tidak berdampak terhadap penurunan harga -- harga barang. Jika terjadi penurunan harga pun penyebabnya bukan karena adanya penurunan harga BBM non subsidi tersebut. Seyogyanya jika terjadi penurunan harga BBM, akan mendorong turunnya harga -- harga barang, karena BBM merupakan komoditas strategis dan BBM banyak terkait dengan kegiatan bisnis, mulai dari unit bisnis transfortasi sampai pada unit bisnis industri.  Hal ini disebabkan, karena harga BBM yang diturunkan adalah BBM non subsidi, dan penurunan harga BBM non subsidi tersebut pun belum signifikan bila di konversi harga BBM subsidi. Bila saja, penurunan BBM non subsidi tersebut menyebabkan selisih BBM non subsidi dengan BBM subsidi relatif kecil, misalnya dalam kisaran slisih Rp. 100,- sampai Rp 500,- per liter saja , saya yakin masyarakat akan beralih membeli BBM non subsidi.

Dengan demikian, wajar kalau masyarakat tidak terlalu bahagia alias tidak terlalu "heboh" dengan adanya penurunan BBM non subsidi tersebut, karena tidak serta merta mendorong masyarakat bergairah membeli BBM non subsidi dan atau tidak mendorong masyarakat  serta merta beralih membeli BBM non subsidi.

Menurut saya, bila memungkinkan turunkan harga BBM non subsidi tersebut sampai mendekati harga BBM subsidi dan atau pertahankan harga BBM subsidi yang sudah dinaikkan tersebut sembari terus menerus menurunkan harga BBM non subsidi, bukankah tidak ada salahnya kalau pemerintah sedikit merogoh kantong demi membantu masyarakat dinegeri ini yang memang sebagian besar belum berada pada tingkat "hidup sejahtera", karena kebayakan masyarakat membeli kendaraan jenis mobil pun dengan jalan "kredit" (lihat konten Amidi dalam kompasiana sebelumnya). Selamat Berjuang!!!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun