Mohon tunggu...
Ami Ibrahim
Ami Ibrahim Mohon Tunggu... -

penulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengalami Indonesia

3 April 2018   16:40 Diperbarui: 3 April 2018   18:11 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi sebagian ahli lain, Indonesia dipandang sebagai identitas-tunggal untuk kita semua yang mendiami pulau-pulau indah di sisi Samudera Hindia dan Pasifik ini, yang dalam penyelenggaraan administratifnya disatukan dalam sebuah komitmen kebangsaan dan kenegaraan, nation-state, melalui prosedur kesejarahan yang panjang, sehingga nation-state sebelumnya yang amat banyak itu, melebur diri di dalamnya dan sukarela menerima pasrah hanya disebut sebagai suku-bangsa. 

Menjadi Indonesia dalam hal ini adalah meraih identitas dan substansi baru pelaksanaan kehidupan, dengan menurunkan keaslian darah kita ke level kedua. Kita lahir sebagai Makassar, tetapi kita dibentuk atau terbentuk menjadi Indonesia tanpa perlu menunggu akil balik lantaran kita adalah peserta dari proyek besar bernama Indonesia.

Persoalannya kemudian ialah, seperti apa rupa kesadaran bolak-balik dinamis antara kodrat kelahiran kita itu dengan bentukan Indonesia yang prosesnya tak dapat ditolak itu?

Saudara-saudara.

Menjawab pertanyaan itu, dalam praksis kehidupan sehari-hari, kita tentu akan mengalami banyak guncangan. Dalam tindak berbahasa, misalnya, kita mengalami prosedur terbalik dimana bahasa ibu, tanpa sadar telah menjadi bahasa asing atau hanya sekadar bahasa masa kanak-kanak karena kita harus menggunakan bahasa Indonesia untuk meresepsi beragam konsep fundamental pertumbuhan kemanusiaan kita. Itu hanya salah satu contoh. 

Namun di sini pulalah seluruh penggenap kemanusiaan kita mengalami pembentukan, peluruhan, transformasi, mutasi, dinamika dan seterusnya yang menerbitkan berbagai bentuk tragedi dan komedi. Perjalanan karir profesional kita pun tak luput dari anasir yang kita sebut identitas itu. Ketika kamu Bugis, misalnya, kamu tak akan bisa menempati posisi Manager pada perusahaan milik orang non pribumi, misalnya.

Keberhasilan kita menjadikan Bahasa Indonesia sebagai perekat keindonesiaan itu, katakan saja begitu, adalah salah satu contoh keberhasilan yang luar biasa dalam pembentukan Indonesia itu. Di lipatan kesadaran kita semua, terutama yang lahir pada dekade-dekade Orde Baru, kita pasti mengenal Budi dan Wati, yang sudah dipastikan Jawa, dalam preposisi Ini Budi, Ini Ibu Budi, pada pelajaran Sekolah Dasar kita. Heroisme kita kemudian terbentuk dalam peta bumi sejarah nasional yang penuh darah dan air mata, darah dan doa, yang kita kenali melalui gambar-gambar pahlawan yang sungguh tak dikenal di ruang kelas SD Inpres kita dahulu. 

Sesuatu yang agak komidikal sebenarnya, karena kita senantiasa membayangkan Hasanuddin sebagai seorang brewok dengan mata melotot berdestar tinggi, sebuah stilisasi atas keberanian dan kegarangan yang diletakkan dalam perspektif perang berdarah mempertahankan Kerajaan Gowa dan Benteng-Bentengnya yang kosmopolit pada abad ke 17 lalu. Nyaris tak pernah terlintas dalam benak kita bahwa I Mallombassi Daeng Mattawang adalah manusia Makassar yang mungkin juga memiliki citarasa lain selain membunuh musuh-musuh, misalnya sebagai seorang penggemar royong dan ikut mendesain upacara panen raya di Kanrebosi dan nanar menikmati liukan tubuh Pakarena I Bulo Mabassung Daeng Talebang, salah seorang keponakan yang cantik, dalam upacara kenegaraan yang meriah pada abad-abad itu.

Sejarah, sebagai proses abadi pertumbuan dan peluruhan, mengikuti postulat dalam evolusi dan hukum-hukum kemutlakan perubahan sosial bernama revolusi, telah merontokkan begitu banyak unsur dan narasi lama, menggantikannya dengan anasir dan narasi baru yang menjadi latar dan alas bagi kesadaran kebangsaan kita, hingga kita kemudian bisa tiba pada apa yang kita sadari hari ini sebagai Indonesia.

Saudara-saudara.

Terangkum dalam wacana Indonesia sebagaimana digambarkan, kita agaknya tak kuasa untuk menolak keikutsertaan kesadaran kita dalam proyek-proyek bawahan dari pembentukan dan atau menuju Indonesia itu. Keikutsertaan kesadaran yang saya maksud adalah resepsi dan responsi dalam proses pembentukan persepsi, sesuatu yang menjadi alas bagi tindakan-tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua kita menyadari bahwa hari-hari ini kita dilibat oleh peristiwa pemilihan umum. Sebuah peristiwa moderen di bawah plat-form sistim pengelolaan kehidupan bersama bernama demokrasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun